Berbagi Tradisi, Menjalin Keakraban: Kunjungan ke Kulm yang Bermakna
Salah satu
bagian dari kurikulum Pendidikan Oikumene Bossey mewajibkan mahasiswanya
melakukan Ecumenical Study Visits. Kali ini, beta berkesempatan melakukan study
visit ke Gereja Reformed Kulm selama 4 hari, dari tanggal 29 November – 2
Desember 2024. Kunjungan ke Jemaat Kulm dilakukan bersama seorang teman mahasiswa dari Jerman, Melina Glass. Kulm
merupakan jemaat yang terdiri dari tiga desa di wilayah Swiss yang penduduknya
berbahasa Jerman, yaitu desa Teufenthal, Unterkulm dan Oberkulm. Kunjungan
selama 4 hari tersebut adalah pengalaman yang memperkaya wawasan ekumene,
pertukaran budaya dan keramahtamahan, yang memungkinkan beta menyaksikan dan
berpartisipasi dalam tradisi liturgi advent jemaat Reformed Swiss sambil
berbagi warisan spiritual dan memperkenalkan budaya Maluku. Perjalanan ini
bukan sekadar kunjungan tetapi sebuah keterlibatan yang bermakna dalam dialog
ekumenis.
Perjalanan
dimulai dengan sambutan hangat di stasiun kereta Teufenthal oleh Pdt. Ruth
Schafer dan Ibu Anne-Marie, tuan rumah beta dan Melina selama kunjungan akhir
pekan itu. Pdt Ruth Schafer pernah tinggal dan melayani selama hampir 7 tahun
di Kalimantan. Bahasa Indonesianya masih sangat lancar, lumayan, bisa
berbahasa Indonesia dengan beliau sesekali. Teman beta, Melina, dengan senang hati menerjemahkan
percakapan kami ke dalam bahasa Jerman yang umum digunakan oleh penduduk ketiga
desa yang menjadi anggota jemaat Kulm, terutama dengan host-family kami
yang sangat ramah dan baik, Ibu Anne-Marie.
Menginap
bersama di rumah Ibu Anne-Marie memberi beta gambaran yang lebih dekat tentang
kehidupan sehari-hari keluarga Reformed Swiss. Suaminya sudah meninggal 2 tahun
lalu dan beliau tinggal sendiri di rumahnya yang berdekatan dengan rumah
keempat anak-anaknya. Setiap hari, selalu ada kunjungan dari anak-anak dan
cucu-cucu beliau. Keluarga ibu Anne-Marie punya tradisi menjelang Advent dan
Natal yang unik. Mereka selalu berkumpul bersama dan membuat Advent wreath
sebagai dekorasi untuk semua anggota keluarga. Ini sekaligus menjadi pengalaman
pertama beta membuat Advent wreath menggunakan daun poho pinus asli, dan
aktivitas ini mencerminkan praktik spiritual yang lebih dalam untuk
mempersiapkan hati menyambut kedatangan Kristus.
Berkumpul
bersama jemaat di gereja Unterkulm sambil menikmati segelas mulled-wine hangat
menciptakan rasa kebersamaan. Kesan bahwa orang Swiss sangat individual dan
sulit terbuka bila berjumpa dengan orang asing seketika luntur. Mereka antusias
berkenalan dan ingin mendengar lebih banyak cerita tentang Maluku dan GPM.
Keesokan
harinya (30 November), bersama Pdt Ruth, kami pergi ke Kota Luzern dan hiking
menikmati pemandangan dari gunung Rigi yang terkenal sebagai Queen of the
Mountain di Swiss. Perjalanan menggunakan kapal menyusuri danau Luzern kemudian
mengunakan kereta gantung untuk mencapai puncak gunung Rigi (1748mdpl) dan hiking
selama 3 jam di jalur pendakian bersalju bukan hanya rekreasi tetapi momen
refleksi spiritual. Pemandangan spektakuler alam Swiss menawarkan rasa damai
dan kagum, sekaligus menjadi momen refleksi diri sebagai pendeta GPM (yang
belum punya pengalaman berjemaat). Infrastruktur desa-desa pegunungan di
Swiss yang accessible dengan moda transportasi yang menunjang sekaligus
menyajikan sebuah paparan yang sungguh berbeda dengan konteks pelayanan laut-pulau
di GPM.
Minggu
Advent Pertama: Harapan dan Cerita Bersama
Highlight dari study visit ini adalah ibadah Minggu sekaligus
perayaan Advent I, di mana beta mendapat kehormatan untuk berkhotbah di jemaat
Kulm. Pesan Adventus dari Yesaya 49:1-7 tentang harapan di Tengah tantangan
sangat mengena Ketika beta menarik parallel antara konteks Maluku dan
pengalaman Swiss. Berbagi cerita tentang GPM dalam konteks pelayanan
laut-pulau, perjalanan komunitas dalam rekonsiliasi dan Pembangunan perdamaian,
serta Kerjasama dengan denominasi dan agama lain menyoroti dimensi global dari
pengharapan Adventus dalam konteks sekularisasi di Eropa yang turut menjadi
factor peyebab orang meninggalkan gereja.
Memperkenalkan
lagu “Gandong” dan menyanyikan himne Advent “Ku Songsong Bagaimana, Ya Tuhan
dating-Mu” dalam Bahasa Indonesia menciptakan jembatan budaya yang tulus.
Empati dan perhatian jemaat mencerminkan keterbukaan yang mendalam untuk
belajar dan terhubung dengan cerita dari jauh – dari GPM dan Maluku. Kesediaan
mereka untuk mendengarkan, mengingatkan beta akan panggilan dalam tradisi
Reformed untuk membangun jemabatan di atas perbedaan.
Keramahtamahan
Ekumenis dan Pelayanan kepada Lansia
Setelah
ibadah minggu, beta mengunjungi Alterszentrum MIttleres Wynental, rumah
pensiunan dan perawatan lansia, yang mengungkap aspek lain dari pelayanan
jemaat Kulm: komitmen mereka terhadap perawatan Lansia. Kebanyakan anggota
jemaat yang masih rajin mengikuti ibadah minggu adalah para lansia. Karena itu,
menarik menyaksikan dari dekat komitmen dan focus pelayanan gereja terhadap
mereka sebagai sebuah upaya pelayanan pastoral yang iklusif.
Pertukaran
Budaya dan Perjumpaan Pribadi
Makan bersama
dengan Melina, Anne-Marie dan anggota jemaat Kulm yang lain adalah momen
pertukaran budaya yang mendalam. Fondue keju Swiss dan percakapan di meja makan
menjadi metafora untuk perjumpaan pengalaman budaya yang mengapresiasi cerita
masing-masing – dari Jerman, Swiss dan Maluku. Beta memberikan kain Teun Tanimbar sebagai
cinderamata kepada jemaat dan keluarga Ibu Anne-Marie sebagai ungkapan terima
kasih tulus atas hospitalitas mereka, sekaligus berbagi senin dan warisan etnis
budaya dari Maluku.
Kunjungan akhir
pekan ke jemaat Kulm tersebut adalah bukti dari praktek keramahtamahan
ekumenis. Dari rumah keluarga Ibu Anne-Marie yang hangat hingga jemaat yang
penuh perhatian, beta merasakan secara langsung etos tradisi Reformed yang
menyambut orang asing – praktek yang juga menjadi lakon hidup orang Maluku. Hal
ini mencerminkan panggilan Kristus untuk mengasihi sesame seperti diri sendiri
dan untuk menerima dan merayakan keberagaman sebagai anugerah, bukan tantangan.
Kunjungan
ini bukan hanya eksplorasi tradisi Swiss tetapi pemahaman yang lebih dalam
tentang global interconnectedness. Beta diingatkan bahwa pengharapan
Adventus melampaui batas geografis dan budaya! Ini adalah harapan yang
memanggil kita untuk membangun jembatan dan merayakan agunerah dari tradisi
gereja dan budaya masing-masing.
Saat Kembali
ke Bossey dan merenungkan perjalanan ini, beta membawa pulang kenangan dari
komunitas orang beriman dalam tantangan sekularisasi global yang tidak hanya
merayakan warisannya sendiri, tetapi juga membuka pintunya untuk cerita dan
pengalaman orang lain. Inilah esensi dari perjumpaan dan dialog ekumenis –
pertukaran timbal balik yang memperkaya, mengubah dan membawa kita lebih dekat.
Salam rindu
dari Bossey kepada GPM. Selamat merayakan minggu-minggu Adventus dalam
pengharapan!
Penulis: Pdt.
Oktovina Labetubun,
(Pendeta GPM
yang sedang berstudi di Bossey Ecumenical Institute - Switzerland)