YSS GPM Lakukan Sosialisasi Safeguarding Policy




Yayasan Sagu Salempeng (YSS) GPM, hari ini melakukan Sosialisasi Safeguarding Policy (Kebijakan Pengamanan/Perlindungan), di gedung Aula Kantor Sinode GPM, Selasa (5/12)

Ketua YSS GPM, Pendeta Jeny Mahupale, dalam sambutan selamat datang, menjelaskan bahwa konsep Safeguarding Policy berguna untuk menciptakan sebuah lifestyle yang benar-benar memberikan rasa aman bagi ruang kerja. Dengan harapan, kegiatan ini akan memberikan manfaat bagi semua peserta.

Safeguarding adalah salah satu instrumen yang dimiliki YSS GPM dan mendukung pelayanan untuk mengantisipasi dan mengatasi kasus kekerasan dan pelecehan. Realitas pelayanan GPM tentunya tidak terlepas dengan gumulan kasus-kasus tersebut.

Untuk memaksimalkan peran Gereja, YSS GPM telah melakukan diskusi dan konsultasi dengan pimpinan gereja terkait persoalan-persoalan yang terjadi dan memperkenalkan konsep safeguarding Policy yang telah dimiliki YSS GPM dan pada tanggal 8-12 Mei 2023 lalu, dimana perwakilan YSS bersama Pimpinan Gereja mengikuti Pelatihan dengan tema “Safeguarding SEARO tahun 2023” yang dilaksanakan oleh SEARO – Uniting World di Bali.

Kemudian, Sekretaris Umum MPH Sinode GPM, Pendeta S. I. Sapulette dalam arahannya mengatakan bahwa kekerasan, pelecehan seksual, dan perundungan masih sering terjadi di tengah-tengah masyarakat juga dalam lingkungan pelayanan gereja.

Sebagai respon, gereja melakukan program dan kegiatan mulai dari sosialisasi undang-undang hingga pada langkah advokatif.

“Di beberapa Klasis sudah ada kebijakan praksis berupa layanan Rumah Aman seperti Klasis Lease, Klasis Lemola dan klasis lainnya yang melakukan layanan serupa. Demikian juga penerapan Safeguarding policy yang dilakukan oleh Yayasan Sagu Salempeng GPM,” imbuhnya.

Beberapa langkah lain seperti; pelatihan para legal, peer-group, tutor sebaya, pembentukan Tim advokasi anak, kebijakan gereja ramah anak, kemitraan laki-laki dan perempuan merupakan bentuk program praksis yang diarahkan untuk perlindungan terhadap kelompok rentan di GPM.

Lebih lanjut Pendeta Sapulette mengatakan, ini merupakan tindaklanjut dari kegiatan yang diikuti oleh MPH dan perwakilan YSS GPM, dengan membentuk tim untuk mempersiapkan konsep perlindungan GPM.

Ia berharap agar sosialisasi dan diskusi makin memantapkan langkah gereja serta menerapkan kebijakan perlindungan dalam seluruh pelayanan gereja di GPM.

Kami berharap kegiatan sosialisasi ini akan membantu kita memahami konsep safeguarding dan membimbing kita semua menciptakan lingkungan pelayanan GPM yang aman, nyaman, bebas dari tindak kekerasan dan pelecehan,” ungkapnya.

Turut hadir dan memberikikan materi, Koordinator SEARO (South East Asia Regional Office) dengan materi Konsep Kebijakan Safeguarding – dr. Debora Murthy, yang dalam wawancara bersama Media Center GPM memberikan apresiasi dan salut kepada GPM yang sudah menyadari bahwa gereja harus memberi dan memastikan semua pemimpin, pendeta, guru sekolah Minggu, Majelis Jemaat, mampu berperilaku dan membuat semua orang aman dari kekerasan serta menolong korban yang mengalami kekerasan.

Harapannya, sinode GPM dapat membuat edukasi kepada semua yang melayani di GPM, kemudian menyiapkan insfrastruktur yang lain seperti vocal policy bagi orang-orang yang akan menerima pengaduan, membuat sebuah channel untuk pengaduan, ada tim untuk menangani ketika pengaduan itu sudah masuk dan memastikan ada anggaran yang tersedia untuk menopang survivors, supaya survivors mendapat bantuan yang selayaknya.

Turut memberikan materi dalam kegiatan ini, Ketua Sinode GPM, Pendeta E. T. Maspaitella dengan tema – Landasan Teologi Safeguarding, Ketua YSS GPM, Pendeta Jeny E. Mahupale dengan materi Kebijakan Safeguarding Yayasan Sagu Salempeng GPM.