Tugu Injil Di Seray, Jemaat GPM Batumiau
Jemaat GPM
Batumiau, Klasis Letti Moa Lakor, larut dalam sukacita atas penahbisan Tugu
Injil, 16 Maret 2024, oleh Pdt. E.T. Maspaitella, Ketua MPH Sinode GPM. Tugu
ini adalah tanda bahwa mereka telah menjadi Kristen sejak Injil diterima para
leluhur mereka di tahun 1717. Itulah bukti kasih karunia Allah atas semua
masyarakat Batumiau dan Pulau Letti serta pulau-pulau di Maluku Barat Daya.
Pdt. P.J.
Solissa, Ketua Majelis Jemaat GPM Batimiau, menjelaskan bahwa tugu ini dibangun
sejak 30 April 2023, berdasarkan Keputusan Sidang Jemaat, dan dipimpin oleh
Bpk. Ph. Dady sebagai Ketua Panitia, bersama dengan rekan-rekan Panitia
lainnya.
Sedikit
menelisik sejarah kekristenan di Seraiy, Batumiau, catatan yang dimiliki oleh
Jemaat berdasarkan tuturan lisan bahwa tahun 1771 adalah awal mereka menerima
injil. Namun mereka sendiri mengakui bahwa hal itu bersumber dari cerita turun
temurun yang mereka terima.
Tahun 1771 itu
ditetapkan berdasarkan cerita berlabuhnya kapal Stuve yang ditumpangi seorang
Pendeta berkebangsaan Belanda di pelabuhan Stufwone, Seray, Batumiau, dan pada saat itu Keluarga Talkuei,
dibaptis sebagai tanda mereka menerima injil. Namun tidak berapa lama, pendeta
tersebut kembali ke Ambon, dan pelayanan dipercayakan kepada dua orang dari
matarumah Talkuei yaitu Orangkaya Etwiori dan Paila. Mereka menjalankan tugas
merawat jiwa-jiwa yang sudah menjadi Kristen itu dengan baik, sampai suatu
ketika diutus lagi seorang Pendeta berkebangsaan Belanda yaitu Weinkoter. Dari
situlah Injil diterima masyarakat di Pulau Letti, kecuali di desa Luhuleli.
Injil itu kemudian tersebar ke Pulau Moa, melalui desa Pati dan Toinama.
Selain Pendeta
Weinkoter, sesuai cerita yang berkembang di sini, Pdt. Yoseph Kam dan Bruyn,
pernah pula datang ke sini dan melakukan perjalanan penginjilan ke pulau lain
seperti pulau Moa dan Kisar. Nama-nama lain adalah Luijke yang pernah bertugas
di Seray, juga Heimering dan Bar di Tutukey, yang disambut oleh keluarga Taluta
di Tutukey. Nama lainnya ialah Domers, Hoveker, dan Verhug sebagai Pendeta yang
melayani di pulau Kisar.
Tentu saja,
catatan sejarah ini masih harus diteliti lebih lanjut. Sebab, jika mengacu pada
waktu karya Joseph Kam, maka tahun 1815, adalah tahun tibanya Kam di Ambon.
Kala itu di Ambon sudah ada Jabez Carey yang melayani di Maluku. Jabez adalah
anaknya William Carey, misionaris di India.
Dalam masa
karyanya, Kam fokus kepada orang-orang Kristen yang sudah lama ditinggalkan
para misionaris terutama di Ambon, Saparua, Haruku dan Seram. Sekitar tahun
1817, baru ia mengunjungi Jemaat-jemaat di Ternate, Sanger dan Minahasa. Dari
sana baru ia melanjutkan kunjungan (Turney) ke Kepulauan Barat Daya dan Maluku
Tenggara.
Artinya, ketika
Kam tiba di pulau-pulau di Kepulauan Barat Daya, sudah ada Jemaat-jemaat
kristen yang memang telah lama ditinggalkan para misionaris. Yang memelihara
iman mereka dalam kurun waktu yang panjang itu adalah orang-orang lokal yang
mendapatkan kepercayaan dari para misionaris itu. Selain Kam, nama William
Luijke adalah salah satu nama penginjil NZG yang juga bertugas atau banyak
mengunjungi Jemaat-jemaat di Maluku Tenggara dan Barat Daya. Luijke sendiri
baru tiba di Ambon pada September 1826 atau di abad ke-19.
Catatan sejarah
menerangkan bahwa Jemaat Batumiau atau orang Kristen di Seray itu sudah ada di
abad ke-17. Nama Pdt. J. De Graaf, menjadi penting di sini. Ia datang dari
Banda ke Pulau Letti pada tahun 1692 dan tiba di Batumiau pada tanggal 10 Mei
1692 yang sudah ada sekolah dan gereja.
Artinya sebelum kedatangannya, sudah ada karya penginjilan yang masuk
terlebih dahulu ke Seray atau Batumiau. Sebab dengan adanya gereja dan sekolah,
itu menandakan sudah ada pekerjaan misi terlebih dahulu.
Kembali ke
pertanyaan, siapa pendeta Belanda yang pertama bawa Injil ke sana, masih perlu
diteliti.
Kurang lebih 28
tahun setelah VOC menduduki Maluku (1633), Pdt. Justus Heurnius tiba di Tera
Alta. Terra Alta adalah pulau di Timor; Wetar atau Leti. Dari Terra Alta beliau
dan "ABK" toma arus ke arah Utara. Sampai di sini belum ditemukan
data pendukung. Namun, 59 tahun kemudian baru diperoleh keterangan tentang Pdt.
J. de Graaf yang ke Batumiau itu.
Kendati warga
Batumiau tu sudah memeluk agama Kristen sebelum kehadiran Pdt. De Graaf.
Menurutnya, sebagian besar warga sangat terbatas pengetahuan agama karena guru
yang bertugas di situ lalai. Tak heran jika orangkay dan masyarakat Batumiau
diajar seperti "burung kakatua". Orang kaya yang bernama Touterquera
beserta masyarakat sekitar setengah tahun tidak dilayani secara baik. Itu
sebabnya De Graaf melakukan pendekatan dengan Orang kaya (tuang raja) tu supaya
masyarakatnya dibaptiskan, itu pun disertai "bujukan".
Data-data ini
menjadi acuan untuk dilakukan penelitian lebih mendalam guna meramu sejarah
Protestan di Batumiau. Diharapkan dengan penahbisan tugu Injil ini, dapat
ditemukan bukti-bukti sejarah dan jejak penginjilan di Batumiau.
40 ORANG YANG PERTAMA DIBAPTIS DI BATIMIAU
Secara teoretik,
umum diakui bahwa awal kekristenan ditandai oleh ada orang lokal yang menerima
injil dengan memberi diri dibaptis. Dalam data sejarah di Batimiau ada 40 orang
yang pertama menerima injil. Mereka masing-masing adalah: Upa Worak, Upa Lewak,
Upa Troma, Upa Laitera, Ina Nimsyera, Upa Yakleli, Ina Pada, Upa Louk, Ina
Main, Upa Rowat, Ina Sury, Ina Ralmera, Ina Rarlely, Upa Pepanwewar, Ina
Puerlay, Upa Kerit, Upa Keras, Upa Letaily, Upa Reka, Upa Sairmasa, Ina
Laimesa, Ina Koma, Ina Teniasa, Ina Keulay,
Ina Lway, Ina Nay, Upa Nanietu, Upa Okar, Upa Matria, Ina Wasarmera,
Ina Watlay, Ina Pey, Ina Kuly, Ina
Putioma, Upa Reiwutu, Upa Seldiaka, Upa Komadely, Upa Serkora, Upa Kermatioa
dan Ina Wasar.