Maluku saat ini sedang berhadapan dengan beberapa kasus konflik antarkelompok/negeri, antara lain: Sepa-Tamilou, Aboru-Hulaliu, Tuhaha-Ihamahu, dan umumnya berada dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Maluku Tengah. Malah kita dikagetkan juga oleh pertikaian antara warga Pelau dan Kei (Maluku) di Papua (24/1). Konflik-konflik ini tidak bisa dilepaskan dari konflik serupa yang terjadi di tempat lain di Indonesia pada kurun waktu belakangan ini. Artinya, setiap konflik komunal, ada faktor-faktor yang multidimensional atau kompleks, sehingga penyelesaiannya pun membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan solusi yang permanen.
Daya jelajah intelejen negara atau pun kepolisian sebenarnya mampu mendeteksi hal-hal ini sejak masa persiapan, pematangan sampai dengan aksinya. Dengan melihat pada tipologi masyarakat tertentu, apalagi ketika di beberapa daerah ditugaskan aparat TNI/Polri untuk tujuan pengamanan wilayah, potensi-potensi konflik sekecil apa pun semestinya sudah dapat diketahui. Biasanya, dalam standar operasional prosedur pengamanan, langkah-langkah preemtif dan preventifsudah bisa dilakukan untuk mencegah timbul konflik secara massiv.
Dengan alasan apa pun, tidak bisa dibenarkan bahwa potensi konflik yang terjadi secara massiv itu tidak diketahui. Maka bila ada aparatur kepolisian yang melaporkan bahwa kondisi aman dan terkendali, bukan tidak mungkin hal ini pun menunjukkan ada rekayasa tertentu di baliknya, dan banyak pihak berkepentingan di dalamnya. Apalagi jika konflik yang massiv itu memperlihatkan penggunaan senjata api organik dan digunakan oleh sipil, maka menjadi jelas kutub-kutub aktor yang terlibat di dalamnya. Itu berarti, penyerangan terhadap negeri Kariu pada 26 Januari 2022 merupakan suatu bentuk pembiaran yang dengan sengaja tetapi entah untuk kepentingan apa dan siapa. Dengan kata lain, tindak pelanggaran HAM ini sengaja dibiarkan terjadi.
Tragedi kemanusiaan yang menimpa masyarakat Kariu, Pulau Haruku, pada 26 Januari 2022 merupakan persoalan HAM yang harus diselesaikan secara tuntas dan komprehensif, dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan.
Percecokan mulut antara dua warga Kariu (B. Leatomu) dengan warga dusun Ori (Abd. Karim Tuanakotta) adalah pemicunya. Ini sebenarnya telah teratasi setelah dilerai oleh Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Namun, ada faktor pendorong yang terjadi berupa tindak kriminal, pemarangan terhadap seorang warga Kariu (Yunedy Leatomu) di desa Ori (25/1), yang menyebabkan luka serius dan harus dilarikan ke rumah sakit di Pulau Ambon (RS Bhayangkara Polri di Tantui). Secara geografis, negeri Kariu berbatasan dengan Pelau dan Ori.
Hal yang disesali adalah pemicu dan faktor pendorong itu tidak segera dilokalisir oleh pihak berwajib dalam hal ini Kepolisian Sektor (Polsek) Pulau Haruku, dan tidak ditangani secara prosedural. Dari sisi anatomi masalah, tindak kriminal itu melibatkan orang dalam arti person pelaku dan korban. Dan karena terjadi di tengah-tengah negeri Ori, maka ada banyak orang yang menjadi saksi atas tindak kriminal tersebut. Artinya kepolisian setempat, sebagai alat negara yang memiliki kewenangan pressure seharusnya dapat mengusut dan memproses pelakunya, dan mencegah secara dini meluasnya tindak kriminal sehingga tidak menjadi aksi penyerangan secara komunal.
Faktanya:
- Tindak kriminal pemarangan itu beralih dari persoalan personal/orang ke komunal/kelompok. Di sini muncul kejanggalan, yakni pengkondisian situasi untuk menyerang Kariu, dan tidak saja melibatkan Ori sebagai suatu komunitas melainkan juga Pelau yang dalam faktanya turut bersama-sama mengepung dan menyerang Kariu dari dua sisi negeri tersebut. Kariu yang adalah pihak korban, terkurung di tengah karena persoalannya melebar bukan hanya antara mereka dengan masyarakat Ori, tetapi juga dengan masyarakat Pelau.
- Pihak Kepolisian tidak menangani secara tuntas dan cepat kasus pemarangan tersebut, dan tidak melakukan pencegahan dini atas dampak ikutan dari tindak kriminal tersebut.
- Aksi terror dengan jalan tembakan dari pihak Ori dan Pelau dan menciptakan rasa takut dan trauma bagi masyarakat Kariu, sebab sebelum ini, mereka pernah diserang pula pada 14 Februari 1999 dan mengakibatkan mereka keluar dari Kariu dan menjadi pengungsi dalam waktu yang lama sebelum kembali lagi ke Kariu.
- Terjadi penyerangan komunal yang dilakukan oleh masyarakat Ori dan Pelau terhadap masyarakat Kariu pada 26 Januari 2022, jam 06.00 WIT. Penyerangan ini didukung oleh perlengkapan senjata api yang dikuasai langsung oleh masyarakat sipil dan menembak warga Kariu secara membabi buta, bahkan berhasil menembus pertahanan aparat TNI/Polri. Karena itu mereka secara bebas melakukan aksi pembakaran atas 200an buah rumah warga Kariu.
PROBLEM HAM
Tragedi Kariu 26 Januari 2022 adalah bentuk pengabaian dan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh kelompok sipil dengan dilengkapi peralatan senjata api organik dan bom/granat.
Masyarakat Kariu, sebagai warga negara Indonesia, telah diabaikan hak kewargaannya untuk dilindungi oleh negara, sehingga mereka harus keluar untuk keduakalinya dari negerinya karena penyerangan. Mereka meminta kehadiran negara melalui penambahan personil militer (Polisi dan Tentara) supaya bisa mengendalikan massa yang besar, tetapi hal itu tidak didapati secara cepat karena alasan prosedural di lembaga militer. Menurut mereka jika penambahan personil militer itu datang lebih cepat, penyerangan dan pembakaran rumah-rumah itu dapat dicegah.
Hak mereka terhadap keamanan hidup di tanah adat mereka itu terusik oleh karena klaim kepemilikan tanah. Sehingga hal ini perlu diselesaikan sesuai prosedur dan menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, bukan melalui aksi penyerangan, terror dan pembakaran, serta pengusiran dari negeri adatnya.
Akses ekonomi mereka pun menjadi sangat terbatas, sebagai masyarakat agraris yang bergantung pada tanah sebagai lahan usaha dan potensi ekonomi. Dengan terusir keluar dari negerinya dan tinggal di lokasi pengungsian dalam waktu tertentu, sudah pasti akses ekonomi terganggu dan otomatis kesejahteraan keluarga pun terganggu.
Anak-anak kehilangan kesempatan untuk belajar di sekolah dengan layak, dan mereka harus belajar di tempat-tempat darurat. Peralatan sekolah pun musnah, karena itu hak mereka untuk menjadi cerdas pun terabaikan.
Orang tua lanjut usia, sebagai kelompok rentan dalam situasi bencana/konflik, mengalami masalah ganda. Secara fisik mereka tidak sanggup berjalan dalam jarak tempuh yang jauh dan waktu tempuh yang lama (2 hari) di tengah hutan. Karena itu gangguan Kesehatan menjadi fakta yang melekat langsung pada mereka.
RESOLUSI
Hilangnya hak-hak masyarakat itu memerlukan langkah cepat untuk:
Jaminan hak sebagai pengungsi harus segera diurus oleh pemerintah mulai dari lokasi pengungsian, bangunan rumah/barak pengungsi, dapur umum, dan fasilitas sosial di pengungsian.
Penegakan hukum dengan mengusut dan menindak sesuai hukum yang berlaku:
- Pelaku pemarangan 25 Januari 2022
- Pelaku penyerangan dan pembakaran rumah warga Kariu (26 Januari 2022)
Dengan beredarnya secara bebas dan digunakannya senjata api dan bahan peledak untuk menyerang warga Kariu, maka pemerintah dalam hal ini penegak hukum wajib:
- Melakukan sweeping senjata api di Kariu dan Ori
- Menindak sesuai hukum pemilik senjata api dan meneliti jaringan peredaran dan menindak pelaku penjualan atau pengadaan senjata api ke Pelau dan Ori
Pemulangan kembali masyarakat Kariu ke ke negeri adat dengan adanya jaminan keamanan secara permanen.
Jaminan hak asasi manusia (HAM) seluruh warga harus dijadikan bagian penting dalam pembinaan kesadaran kewargaan dan perdamaian antarwarga bangsa. Kita tidak menghendaki siapa pun menciptakan konflik horizontal sebagai cara untuk meraih kekuasaan atau menciptakan instabilitas sosial-politik di Indonesia, termasuk untuk kepentingan politik tertentu. Apalagi agenda-agenda politik nasional akan segera berlangsung menuju ke suksesi politik 2024.
Kami berterimakasih kepada seluruh masyarakat Maluku atas kedewasaan sikap untuk tidak terpicu dengan masalah Kariu-Ori-Pelau, melainkan melawannya dengan terus mengkampanyekan perdamaian dan persaudaraan sejati. Kepada elemen-elemen sosial yang turut menyatakan keprihatinan atas derita kemanusiaan di Kariu.
Kami menghendaki agar pemerintah segera memenuhi kewajiban terhadap masyarakatnya, dan aparat penegak hukum harus segera menuntaskan kasus kriminal dan pelanggaran hukum serta pelanggaran HAM secara komunal ini secara transparan kepada public/seluruh warga negara.
Kami akan tetap membantu semua proses recovery masyarakat Kariu, sebagaimana masyarakat lain di Maluku dan Indonesia yang terkena dampak langsung suatu bencana (alam, kemanusiaan, sosial, pandemik).
Doa kami, kiranya TUHAN menguatkan kita untuk terus membangun perdamaian, walau kita harus berdiri di atas luka. Sebab luka itu harus kita sembuhkan, kita balut, dan mereka yang terluka harus dirangkul dalam kasih.