Soa Tabanga Sebagai Gereja Kuning Di Kedaton Ternate
Hari ini, Minggu, 21 Maret 2021, Gereja Protestan Maluku memekarkan Jemaat GPM Imanuel Ternate dan melembagakan Jemaat GPM Soa Tabanga. Akta gerejawi ini berlangsung dalam Ibadah Jemaat GPM Ternate dan dilanjutkan dalam ibadah Jemaat GPM Soa Tabanga. Pemekaran dan pelembagaan ini sudah disiapkan sejak lama melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Kegerejaan di GPM, mulai dari Sidang Jemaat dilanjutkan ke Sidang Klasis, Sidang MPL Sinode dan Sidang Sinode. Pada tahun 2016, proses ini ditetapkan dalam Tap Sinode ke-37 untuk segera diproses, namun sempat tertunda dalam masa Sinode tersebut oleh karena beberapa alasan prinsip.
Pada Sidang ke-38 Sinode GPM, 7-19 Februari 2021 yang lalu, proses ini dilanjutkan dan ditetapkan kembali dalam TAP Sinode ke-38 untuk dilaksanakan, dan telah dilaksanakan pada hari Minggu (21/3) melalui SK MPH Sinode GPM, dilayani langsung oleh Ketua MPH Sinode GPM, Pdt. Elifas Tomix Maspaitella.
Jemaat ini semula merupakan Sektor Pelayanan dari Jemaat GPM Imanuel Ternate, dan terdapat satu bangunan gereja yang turut terbakar saat konflik Maluku 1999. Sekembalinya Jemaat Imanuel Ternate yang mengungsi ke berbagai tempat kembali lagi ke Ternate, maka pada Sidang Jemaat tahun 2008, diputuskan pembangunan gedung gereja di Unit Bukit Zaitun, Tabanga, mengingat rentang kendali yang panjang dari Ternate ke Tabanga (16 KM). Niat itu dibicarakan dan dibawa oleh Pendeta Max Takaria kapada Sultan Ternate, Jou Kolano Mudafar Sjah, dan mendapat sambutan baik darinya serta dukungan langsung dengan memberi surat yang ditulis sendiri tentang penyerahan tanah serta ijin pembangunan gedung gereja tersebut, malah mendapat pengawalan langsung dari bala kesultanan. Akta peletakan batu penjuru gedung gereja turut dilakukan oleh Sultan Jou Kolano Mudafar Sjah bersama Ketua BPH Sinode GPM (waktu itu), Pdt. John Ruhulessin (2008) dan gedung Gereja tersebut diberi nama oleh Sultan yaitu Gedung Gereja Soa Tabanga, sebagai simbol keseimbangan adat dan harmoni di Kesultanan Ternate. Proses pemekaran Jemaat GPM Ternate dan pelembagaan Jemaat GPM Soa Tabanga ini berlangsung di masa pelayanan Pdt. Gloria Malaiholo-Toisuta selaku Ketua Majelis Jemaat, dan keputusan itu dipertegas dalam Sidang Jemaat GPM Imanuel Ternate Tahun 2021 ini termasuk di dalamnya pembagian asset gereja kepada kedua jemaat ini sesuai ketentuan peraturan gereja di GPM.
Prosesi menuju Jemaat GPM Soa Tabanga dilakukan melalui pengantaran Alkitab dan Peralatan Sakramen Gereja oleh Ketua Majelis Jemaat GPM Ternate bersama Penatua dan Diaken bertugas menempuh perjalanan 16KM menumpang mobil sampai di perbatasan wilayah pelayanan dan diserahkan kepada Ketua Majelis Jemaat GPM Soa Tabanga dan Majelis Jemaat bertugas. Selanjutnya prosesi masuk ke gedung Gereja Soa Tabanga untuk akta pelembagaan yang dilayani Ketua Sinode, Pdt. E.T. Maspaitella, dan Ibadah Perdana Jemaat GPM Soa Tabanga yang dilayani Ketua Majelis Jemaatnya, Pdt. Nn. Della Pattiapon. Dalam ibadah perdana itu pun berlangsung Peneguhan Penatua dan Diaken untuk menambah komposisi Penatua dan Diaken yang ada di Jemaat Soa Tabanga.
GEREJA KUNING
Dengan dimekarkannya Jemaat GPM Ternate dan dilembagakannya Jemaat GPM Soa Tabanga, maka sudah ada empat (4) Jemaat dalam wilayah pelayanan Klasis Ternate, selain Jemaat Imanuel Ternate, Jemaat Tifure dan Jemaat Mayau Batang Dua. Khusus mengenai Jemaat GPM Soa Tabanga, dalam arahan pada pelembagaannya, Ketua MPH Sinode, Pdt. E.T. Maspaitella berharap agar Jemaat GPM Soa Tabanga menjadi jemaat GPM yang ikonik, dalam arti selain mendorong pertumbuhannya, dalam rangka itu menjadi simbol dari eksistensi berteologi GPM dalam konteks adat kedaton yang masih terwariskan hingga saat ini. Selama ini Gereja yang ikonik di Ternate adalah Gereja Ayam (Imanuel Ternate), sehingga tidak salah bila Soa Tabanga menjadi Gereja Kuning sebagai representasi dari kehidupan keagamaan kedaton Ternate yang inklusif dan merakyat. GPM harus berteologi dalam konteks itu untuk membentuk harmoni kehidupan masyarakat kedaton yang plural. Sebab eksistensi orang-orang Tabanga sebagai orang asli kedaton Ternate, dan selalu mengantar Sultan dalam urusan apa pun di luar, termasuk di jam-jam sembahyangnya di Mesjid Kedaton, mesti dipelihara dengan menjadikan gereja ini sebagai daya ikat yang kuat dengan kedaton.
Lebih lanjut Maspaitella menjelaskan bahwa sudah saatnya di Soa Tabanga dilakukan inkulturasi liturgi, sehingga ibadah di sini menjadi unik di mana unsur-unsur tradisi digunakan dalam tata kebaktiannya, termasuk musik tradisi dan simbol-simbol adat lain seperti busana tradisi yang sering dikenakan sehari-hari oleh masyarakat Tabanga. Maspaitella menganalogikan Gereja Soa Tabanga dan kebaktiannya dibungkusi oleh jubah kuning, sebagai simbol bahwa warisan adat kedaton menjadi basis dari pengembangan dan pertumbuhan jemaat ini.
Menyambung hal itu, Jou Ngofa Hidayat Mudafar Sjah menerangkan bahwa gereja Soa Tabanga ini telah menjadi salah satu tanda kebanggaan masyarakat Kedaton. Ia selanjutnya menerangkan bahwa: “Sejak ayah (Kolano Mudafar Sjah) menamakan Gereja ini, beliau berpesan bah di sini harus tercipta harmoni, sebagai salah satu filsafat tua Ternate dari pengakuan akan adana relasi Aku dan Kamu. Aku yaitu TUHAN di tempat tertinggi, dan kamu yaitu kita, manusia yang ditunjuk TUHAN selaku hambaNya. Jadi keseimbangan antara adat dan agama harus dijaga, dan apa yang tidak bisa dipertemukan di agama, adat mampu mempersatukannya. Jadi bila Gereja ini menjadi Gereja yang punya ciri khas adat kedaton, maka itu yang menjadi harapan kita demi harmoni umat beragama, sebab Kedaton Ternate ini satu-satunya kedaton yang terbuka bagi semua etnik dan agama dengan syarat harus hidup bersatu, berdamai tanpa memandang perbedaan apa pun.
Harapan serupa disampaikan pula oleh Pejabat Walikota Ternate, Hasyim Daeng Barang, yang melihat pentingnya pelembagaan Jemaat GPM Soa Tabanga sebagai data memberi dampak secara langsung dalam merekatkan dan melestarikan nilai-nilai budaya adat “satorang” (adat hidup bersama, red.) bagi kota Ternate, dan bahwa ibadahnya akan menjadi garda terdepan dalam menjaga budaya adat “satorang” bagi Jemaat Soa Tabanga dan masyarakat sekitarnya.
Jemaat GPM Soa Tabanga sendiri akan dilayani oleh Pendeta Della Pattiapon, M.Si, sebagai Ketua Majelis Jemaat pertama, yang diteguhkan atas jabatan tersebut oleh Pdt. W.J. Terloit, Ketua Klasis GPM Ternate. Terloit sendiri berharap agar Jemaat Soa Tabanga ini akan bertumbuh dan menjalankan tugas bergereja sebagaimana Ajaran Gereja dan seluruh ketentuan peraturan gereja yang berlaku, dan turut memelihara warisan tradisi kesultanan. Penting diinformasikan pula bahwa di samping Gedung Gereja Soa Tabanga terdapat museum tempat penyimpanan peti jenzah almarhum Yang Mulia Sultan Mudafar Sjah yang mangkat pada tahun 2015. Prosesi penyerahan peti jenazah saat itu dari kesultanan Ternate kepada Majelis Jemaat GPM Imanuel Ternate yang saat itu dilayani oleh Pendeta J. Titaley. (*)