Sinode GPM : Pemerintah Jangan Tunda Tangani Masalah Kariu
Sejak 26 Januari 2022, orang-orang Kariu sudah menyandang status sebagai pengungsi di negeri Aboru, sebagai dampak dari penyerangan massa Pelau dan Ori pada hari itu. Dalam status itu, mereka berhak mendapatkan layanan prima dari pemerintah.
Bentuk penanganan yang harus menjadi prioritas adalah menempatkan mereka pada satu lokasi pengungsian, karena kebutuhan mereka harus dipenuhi terutama soal kesehatan dan pendidikan anak.
Yayasan Ina Ama Sinode GPM telah melakukan observasi masalah kesehatan secara langsung di Aboru (31/1) dengan bantuan tiga tenaga dokter, yaitu seorang dokter ahli dalam dan dua orang dokter umum. Dari realitas yang ada, jika mereka tidak segera ditempatkan pada tempat bermukim yang layak, maka banyak masalah kesehatan akut dapat saja terjadi, dan kelompok rentan adalah lanjut usia dan balita. Potensi masalah kesehatan itu antara lain ISPA, diare, dan penyakit-penyakit lain, yang dapat berdampak luas, apalagi jika terjadi wabah tertentu. Apalagi dalam kondisi pandemik covid-19, maka tidak ada pilihan lain selain menangani secara cepat tempat pemukiman bagi para pengungsi ini.
Kami berharap, Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dan Pemerintah Provinsi Maluku dapat menuntaskan hal ini. Sebab jika terus ditunda, maka beban sosial akan terus bertambah. Pemerintah perlu berjumpa secara langsung dengan masyarakat Kariu untuk mendengar apa yang menjadi keinginan mereka terutama yang terkait dengan lokasi pengungsian sementara. Pada lokasi penampungan sementara itu, pemerintah harus juga membangun instalasi kesehatan.
Pendidikan Anak
Masyarakat Maluku sudah pahami bahwa penderitaan akibat konflik sosial 1999 adalah salah satu proses sengaja untuk mematikan aktifitas Pendidikan. Hal ini kini menjadi ancaman serius pada anak-anak Kariu yang sementara berada di Aboru, sebab aktifitas Pendidikan akan macet. Itulah sebabnya, pemerintah harus segera membangun tempat pengungsian kepada mereka dengan dilengkapi fasilitas Pendidikan.
Masyarakat Harus Kuat
Dalam konteks ini, masyarakat Maluku harus tetap menjadi masyarakat yang kuat/tangguh untuk merawat perdamaian di antara orang basudara yang sudah tercipta selama ini. Kearifan lokal harus terus dijadikan perekat secara sosio-kultural tetapi juga religius.
Perdamaian dan kemanusiaan itu adalah nilai dan bahasa budaya dan agama-agama yang kontekstual di Maluku untuk tetap menjaga citra kehidupan masyarakat Maluku yang damai. Masalah apa pun yang kita alami, itu adalah masalah bersama, masalah kemanusiaan. Karena itu semua orang terpanggil untuk menanganinya secara bersama-sama tanpa mempersoalkan agama atau latarbelakang sosial apa pun. Semestinya dengan persitiwa yang sedang dialami saudara-saudara kita di Kariu, semua komponen masyarakat Maluku terpanggil mendorong penyelesaian dan penanganannya secara adil dan manusiawi. Semua umat beragama di Maluku bertanggungjawab untuk itu, sehingga bila ada isu yang menyesatkan dan dapat memperparah kondisi relasi antar-masyarakat, kita bisa menangkalnya secara bersama-sama.
Ambon, 4 February 2022
Pdt. Elifas T. Maspaitella
Ketua MPH Sinode GPM