Sharon Hollis : Keadilan Dan Kesetaraan Kunci Keberhasilan Mewujudkan Gereja Aman



Sharon Hollis : Keadilan Dan Kesetaraan Kunci Keberhasilan Mewujudkan Gereja Aman

Sejak kemarin (19/9), di Kantor Pusat Maha Boga Marga, Gereja Kristen Protestan Bali (GKPB), berlangsung Konferensi Uniting Church dan Mitra Tahun 2022, dan akan berlangsung sampai tanggal 22 September 2022.


Konferensi ini secara khusus membahas tentang Safe Guard Policy atau Kebijakan Keamanan di Tempat Kerja, oleh gereja-gereja yang bermitra dengan Uniting World, Uniting Church of Australia, melalui Kantor SEARO, yang berkedudukan di Bali.

Rev. Sharon Hollis, Presiden UCA, menerangkan tentang pentingnya usaha menuju gereja yang aman dengan menceritakan pengalaman di Australia, dimana Safe Child Organization, wajib menerapkan sepuluh prinsip perlindungan anak, termasuk oleh gereja (UCA. red). Hollis menuturkan bahwa ada latarbelakang Alkitabiah sebagai prinsip menuju gereja yang aman. Pertama adalah kisah Yesus dalam Injil Markus 10:13-16, yang memarahi murid-muridNya yang melarang orang tua yang membawa anak kepada Yesus. Sikap Yesus itu memberi penegasan bahwa anak harus mendapat prioritas pertama dan utama oleh gereja. Selain itu dalam Roma 16:1-16, ada banyak perempuan, seperti Febe, yang terlibat menopang tugas-tugas kerasulan, bahkan Febe juga adalah seorang yang terpandang dalam masyarakat saat itu.

Dalam paparannya itu, menurut Hollis, seorang pemimpin harus memilki perhatian yang dalam terhadap anak dan soal-soal keadilan, termasuk kesetaraan gender. Sebab, baginya, tidak ada kesetaraan dan keadilan tanpa perlakuan adil kepada semua. Anak dan orang muda juga harus didengar.

 

SAFE GUARD POLICY

Beberapa gereja yang menjadi partner dari Uniting World, seperti GMIT, GKPB, GKITP, dan GPM, serta IPTL dari Timor Leste, sudah menyusun Safe Guard Policy sebagai salah satu konsensus pelayanan untuk membentuk budaya pelayanan yang ramah, aman, adil dan setara. 

Pada hari kedua ini (20/2) gereja-gereja tersebut diberi kesempatan untuk menyampaikan langkah-langkah penerapan safe guard Policy di masing-masing gereja. Ada beberapa tantangan yang sama dihadapi antaralain budaya patriakhi yang masih dominan seperti di Timor, Maluku dan Papua. 

Pdt. An Taka Logo, Kepala Bidang Keadilan dan Perdamaian Sinode GMIT, mengaku bahwa patriakhi menjadi tantangan tersendiri di Timor bahkan ketika dilakukan sosialisasi UU Anti Kekerasan Seksual, korban pun lebih banyak diam, takut melapor. Maka patriakhi ini harus dilucuti agar tidak menjadi hambatan dalam perwujudan keadilan kepada para korban, yang umumnya perempuan dan anak.Konsep-konsep budaya masyarakat juga sering menjadi sumber tekanan kepada pihak korban, apalagi jika kasus itu menjadi stigma dan dipandang sebagai aib.

GKPB sendiri, menurut Bishop I Nyoman Agustinus mengaku di GKPB awalnya juga ada kontroversi namun sejak 2016, usaha menyusun Pedoman Perlindungan Sesama, untuk memformulasi kebijakan itu. Akhirnya melalui Sidang Sinode GKPB 2020, kebijakan ini ditetapkan dan disosialisasikan ke semua wilayah, dengan membangun Vocal point termasuk ke semua Yayasan dan Lembaga di GKPB, bahkan Pengurus Kategorial seperti Sekolah Minggu, Pemuda, Kaum Ibu dan Kaum Bapak. Safe Guard Policy ini harus menjadi gaya hidup dalam melindungi sesama melalui pelayanan gereja secara menyeluruh.

Proses serupa itu turut dilakukan di GPM oleh Yayasan Sagu Salempeng. Pdt. Jeny Mahupale, bahkan menjelaskan bahwa sosialisasi di GPM telah dilakukan di arena publik, bahkan di instansi pemerintah, TNI dan Polri. Tersedia juga kotak-kotak saran untuk mengevaluasi apa yang telah dikerjakan dan apa yang akan dilakukan ke depan. GPM sendiri akan mendiskusikan safe guard Policy ini nanti dalam sidang gereja agar bisa disosialisasi dan diterapkan dalam pelayanan untuk mewujudkan gereja yang aman, adil dan setara.



Berikan Komentar

Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin