Satu Visi Teologi Tentang Upaya Memulihkan Ciptaan
Pada hari ketiga pelaksanaan General Assembly ke-15 Christian Conference of Asia (CCA) di Gereja Jerusalem Marthoma, Kottayam, berlangsung diskusi tematik dengan topik "Interfaith Perspective on Renewal and Restoration of Creation, Dweling in Harmony.
Menariknya adalah para narasumber merupakan representasi dari agama-agama yang ada di Asia, masing-masing, Ven. Kekirawe Sudassana Thero (Buddha, dari Srilanka), Dr. S.S. Bhattaraka Charukeerthi Pandithacharyavanya Mahaswamiji (Jain, dari India), Swami Narashananda (Hindu), Dr. Citra Fitri Agustina (Islam, dari Indonesia), Dr. Sardar Sajjan Singh (Sikh).
Diskusi ini menggambarkan adanya visi teologi bersama sebagai panggilan dan tugas agama-agama yang nyata di bumi, sebagai habitat dari semua agama.
Diskusi ini lebih condong sebagai proses membagi kekayaan spiritual tetapi sekaligus mendorong gerakan spiritual bersama untuk membarui komitmen agama-agama dalam rangka memulihkan keadaan semua ciptaan Allah.
Ven. Kekirawe Sudassana Thero, dari perspektif Buddha menyatakan bahwa semua pemuka agama Buddha, Buddha Monks, memiliki hubungan langsung dengan alam. Sang Buddha pun mengalami masa pencerahan dan kematiannya di dalam lingkungan alam yang nyata.
Sadar akan adanya krisis lingkungan yang nyata di Srilanka sebagai tempat darimana ia berasal, Thero mengajak agama-agama termasuk gereja-gereja di Asia untuk melawan segala tindakan yang telah mencemarkan air dan sungai, melawan deforestasi dan pembunuhan binatang-binatang melalui perburuan liar, seperti pembunuhan gajah.
Menyambung perspektif tersebut, Swami Narashananda, menekankan konsep Santi Mantra dalam ajaran Hindu, yang meliputi tiga level, yaitu level individual, makhluk hidup lainnya pada level kedua, dan level ketiga yaitu level divinity. Dalam doa Santi Mantra itu, menurut Narashananda, ada doa-doa yang membangkitkan semangat untuk beralih dari hal yang tidak nyata ke hal-hal yang nyata, beralih dari kegelapan kepada terang; doa agar kita mendengar dan melihat hal-hal yang menguntungkan; doa memohon kita mengarahkan hidup pada kesempurnaan; dan doa meminta agar tercipta kedamaian di langit, di bumi, di air, pada semua tanaman, dan damai untuk semua.
Ajaran Hindu itu menekankan pada keseimbangan ekologi sebagai bagian dari usaha bersama semua makhluk.
Dr. S.S. Bhattaraka Charukeerthi, pemimpin agama Jain di India. Agama ini sendiri merupakan agama yang hanya ada di India, yang didirikan oleh Nataputta Vardhamana (559-527 SM), yang dipanggil dengan nama "Mahavira" atau pahlawan besar. Agama ini lahir jauh sebelum lahirnya Buddha, dan disebut sebagai agama penaklukan, yaitu menaklukkan semua kodrat syahwatindi dalam tata hidup manusia.
Dalam agama Jain, bumi, dan karena itu tanah adalah makhluk hidup (living being). Konsep lingkungan hidup dipahami sebagai "rumah yang bersih" yang harus dijaga oleh orang-orang yang beragama. Menurutnya hanya orang beragama yang bisa mengubah dunia sebab mereka dapat mengontrol dan memberi arah bagi perubahan yang terjadi dalam dunia.
Dalam agama Jain, kita semua merupakan warga dari tatanan dunia yang satu (universe citizen).
Sementara itu Dr. Citra Fitri Agustine membagikan hal-hal yang menjadi bagian dari kerja Nahdlatul Ulama, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, pada berbagai bidang termasuk kesehatan dan lingkungan hidup. Artinya NU telah mengembangkan usaha untuk pelestarian lingkungan melalui beragam bentuk kerjasama dengan berbagai pihak dalam relasi internasional. Sudah tentu semuanya bersumber dari ajaran-ajaran Islam sebagai agama pembawa damai.
Dr. Sardar Sajjan menyampaikan gagasan-gagasan teologi Sikh, yang memandang semua ciptaan adalah bagian dari tubuh Tuhan, sebab dalam ajaran Sikh, Tuhan bersemayam di setiap ciptaan-Nya. Bagi Sikh, tidak ada yang menjadi musuh satu sama lainnya, setiap ciptaan bukan orang asing terhadap lainnya, dan Tuhan ada di atas semuanya.
Perspektif teologi ini memperkaya diskusi dalam CCA 15th General Assembly, untuk membarui komitmen untuk memulihkan ciptaan.