Rekon dan Revat Sinode GPM
Senin, (22/1) Telah berlangsung Rekon dan Revat Keuangan Sinode GPM tahun 2024 di
gedung Aula Kantor Sinode GPM.
Kegiatan ini diawali dengan kebaktian
yang dilayani oleh Sekretaris Departemen Pengembangan Oikumene Semesta (POS),
Pendeta Nory Titing. Dalam khotbahnya Pendeta Titing mengatakan bahwa melalui
rekon kita berkumpul bersama dan bekerja sebagai pimpinan gereja melaksanakan
pencocokan data-data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem
atau sub sistem. Kita telah melewati beberapa tahun sejak awal dimulainya rekon
dan revat itu. Saya kira ada sekian banyak catatan kritis yang terus menjadi
gumulan bersama kita di GPM, itu harus menjadi acuan untuk terus menunjukkan
kualitas kerja kita dihadapan Allah. Dalam seluruh proses itu disetiap rekon
dan revat kita perlu fokus dalam meningkatkan kesadaran bergereja kita. Membutuhkan
kesadaran moral dan etik kita dalam bertindak sebagai otorisator tapi juga ordonatur.
Sebab gereja adalah sebuah entitas rohani wajib untuk melaksanakan seluruh
kerjanya di dalam pertanggungjawaban yang sungguh kepada Allah.
Selanjutnya, Rekon dan Revat keuangan
dibuka secara resmi oleh Ketua Sinode Pendeta E. T. Maspaitella. Dalam
arahannya, Pendeta Maspaitella memberikan enam catatan penting yang patut
diperhatikan dalam proses pelaksanan Rakon dan Revat, diantaranya;
1. disiplin
perencanaan keuangan. Seluruh Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja
mesti dibahas oleh Tim Anggaran di setiap jenjang sebelum pelaksanaan
sidang-sidang gereja. Tidak dibenarkan RAPBG dirancang oleh satu orang saja dan
tidak dibahas oleh majelis gereja sebelum persidangan gereja diselenggarakan.
2. tata
kelola keuangan gereja, dimana setiap pengelola harus menyelenggarakan secara
sungguh-sungguh proses perencanaan keuangan baik pendapatan dan belanja, dimana
seluruh pos dan mata anggaran diatur secara sistematis mengikuti Kepala
Pembukuan Keuangan Gereja di Jemaat, Klasis dan Sinode.
3. pencatatan
keuangan secara reguler melalui Buku Kas Umum dan Buku Kas Pembantu. Ini masih
menjadi hal yang selalu disepelekan oleh banyak pengelola keuangan gereja di
Jemaat-jemaat dan Klasis-klasis. Ada bendahara yang mengandalkan daya ingat sambil
sadar akan gejala penurunan daya ingat. Telah kami tegaskan berulang kali
bahwa: “ketika kita tidak mengelola administrasi keuangan secara tertib, itu
awal mula penyelewengan keuangan gereja”. Perilaku ini jangan dipelihara, dan
adalah tugas Majelis Gerejawi untuk mengingatkan, sekaligus mengawasi dan
membina agar hal ini tidak dibiarkan.
4. bukti-bukti
pengelolaan keuangan gereja. Pengelolaan keuangan gereja mesti disertakan
dengan bukti.
5. disiplin
verifikasi atau pemeriksaan yang harus berlangsung reguler sesuai ketentuan
peraturan gereja.
6. penyelesaian
masalah keuangan.
Lebih lanjut
Pendeta Maspaitella menjelaskan bahwa di tengah upaya menata keuangan gereja
secara bertanggungjawab, berdisiplin dan beriman, ada beberapa capaian kerja
yang memperlihatkan semakin bertumbuh pembinaan keuangan gereja di
jemaat-jemaat, diantaranya; Klasis GPM Seram Timur “naik kelas” menjadi Klasis
Menuju Mandiri, sedangkan Klasis GPM Luang Sermata “naik kelas” menjadi Klasis
Mandiri.
“Kini tersisa tujuh
(7) Klasis Subsidi yaitu Seram Utara, Telutih, Buru Utara, Kei Besar, PP. Sula,
Aru Tengah dan Aru Selatan,” imbuhnya.
Baginya, perhatian
pada Klasis-klasis ini harus terus dikembangkan dengan mengupayakan program
pemberdayaan yang terukur sambil terus mendorong usaha ekonomi keluarga.
Sementara itu,
Kepala Bagian Keuangan Pendeta George Likumahwa dalam wawancara bersama tim
Media Center mengatakan bahwa rekon dan revat keuangan sinode GPM ini adalah
upaya gereja untuk melakukan fungsi penegendalian dan pengawasan melalui proses
pencocokan angka-angka melalui bukti transaksi.
Hal ini menjadi
penting untuk melihat proses penertiban pembayaran tanggungan tapi juga
penertiban administrasi yang merupakan konsistensi dari komitmen-komitmen
keuangan yang dibangun dan digumuli dalam regulasi GPM, khusus perbendaharaan
gereja.
Kemudian, aspek
lain yang penting bahwa sendatan-sendatan dalam proses pembayaran akan
ditangani dengan menggunakan mekanisme perbankan (BRIVA). Ini juga sebagai
bentuk tindaklanjut dari kersajama Sinode GPM dan bank BRI.
“Kita bisa
melakukan tracking pada bank melalui rekening koran,” ungkapnya.
Selanjutnya,
Pendeta Likumahwa mengatakan bahwa tahun 2024 ini merupakan tahun ke dua uji
coba aplikasi sistim keuangan Sinode (e-Budgeting)
dan ini menuju pada integrasi sistim GPM.
E-Budgeting
merupakan langkah baru atau terobosan bagian keuangan Sinode dalam proses
pengawasan dan pengendalian yang bisa dilakukan secara berkelanjutan dan real time.
Ia berharap, dengan
sistem yang baik ini tentunya dapat mengukur perilaku yang baik pula dalam
menata kelola keuangan gereja yang lebih baik. Upaya ini juga dilakukan untuk
menguatkan rasa percaya umat kepada pimpinan gereja sebagai penanggungjawab
pengelola keuangan gereja.
Rekon dan Revat Keuangan Sinode diikuti oleh 34 Ketua Klasis dan Bendahara Klasis.