Perdana Panen Raya Kaladi PORTO
Maail: Ketangguhan Keluarga
Pada Rabu 29 November 2024, tepatnya jam 10.00 WIT di dusun Sopae, Negeri Porto, Kecamatan Saparua, dilaksanakan ibadah Panen Raya Kaladi Porto. Pdt. Royland Maail, Ketua Majelis Jemaat GPM Porto mengatakan ini baru pertama kali dilaksanakan di Porto. Dirinya bersama Majelis Jemaat melihat bahwa harus ada suatu cara untuk meningkatkan semangat warga gereja atau anak negeri Porto bahwa mereka memiliki sumber pangan handal yang sudah ada sejak zaman leluhur. Mereka adalah petani-petani yang tangguh yang bekerja di atas tanah karang, dan Kaladi Porto adalah komoditi khas yang menjadi simbol pangan Porto itu sendiri, kata Maail.
Ketika ditanyakan mengapa harus dilaksanakan dalam bentuk ibadah? Maail menerangkan bahwa: “memang ini baru pertama kali diadakan. Tetapi motivasi terbesar kami ialah orang Porto harus percaya bahwa kaladi ada secara melimpah di negeri ini, dan selama ini ekonomi keluarga jemaat ditopang oleh hasil ini (kaladi, red). Karena itu, kalau diadakan panen raya, kita akan tahu berapa banyak kaladi Porto yang bisa dihasilkan dalam sekali panen. Itu berarti kita bisa mengetahui ketangguhan setiap keluarga dalam mengerjakan kebun, karena jujur saja, orang Porto setiap hari itu ke kebun”, papar Maail.
“Kita kan jemaat GPM atau orang Kristen, jadi ibadah itu dimaksudkan supaya jemaat bersyukur sebab Tuhan memberi berkat ini kepada mereka dan itu yang menghidupkan mereka dari generasi ke generasi”, terangnya.
Maspaitella: Kaladi Porto Adalah Berkat Dari Dalam Tanah
Hadir dalam Ibadah Panen Raya Kaladi Porto, Ketua MPH Sinode GPM, Pdt. Elifas Tomix Maspaitella, dan sekaligus melayani ibadah tersebut dengan kemasan liturgi khusus. Dalam khotbahnya, Maspaitella menyatakan bahwa: “kita harus percaya bahwa Tuhan tidak berhenti mencipta langit bumi dan segala isinya. Kita harus percaya juga bahwa Tuhan melindungi ciptaanNya dan dalam perlindungan itu Ia memberi di semua pulau mekanisme pertahanan diri dan kehidupan. Karena itu, tersedia di tanah di semua pulau, termasuk di tanah karang, segala tumbuhan di dalam tanah, dan di Saparua, khususnya di Porto adalah kaladi”. Malah sebagai bagian dari tafsir atas Kejadian 1:11-12, Maspaitella mengatakan : “Kaladi ini sudah ada sejak Tuhan menciptakan Pulau Saparua dan sejak Tuhan menempatkan orang tua atau leluhur Porto tinggal di sini. Dan di atas tanah karang ini kita harus percaya bahwa ada kuasa Tuhan di dalam tanah, dan karena sudah ditanam sejak zaman leluhur, kita harus percaya bahwa isi kaladi yang berkembang di dalam tanah membuat tanah karang ini menjadi renggang sehingga isi kaladi besar, panjang dan banyak. Kita harus yakin bahwa itu berarti di dalam tanah ada kuasa Tuhan yang menghidupkan”.
Bagi Maspaitella, “kaladi Porto adalah berkat dari dalam tanah, maka tanah ini harus dijaga, dan orang Porto belajar bekerja dengan tangan bersih, makan dari keringat kejujuran. Itulah makna ibadah panen raya ini diadakan, supaya kita semua bersyukur kepada Tuhan”.
Dalam kesempatan menyampaikan arahannya, Ketua Sinode mengatakan bahwa pihaknya (MPH Sinode GPM, red) akan berusaha membangun jejaring sehingga ada investor yang berminat untuk mengelola Kaladi Porto sehingga bisa ada berbagai produk dari bahan baku ini. Apalagi Kaladi adalah bahan baku yang tidak kenal musim dan ada dalam jumlah yang sangat banyak (high stock). Itu berarti jika ada industri pengolahan kaladi dan diintegrasikan dengan misalnya gula aren, maka di Saparua akan ada pabrik pengolahan bahan pangan lokal yang berkontribusi bagi ketahanan pangan daerah”.
Menurut Maspaitella, hari ini jemaat Porto memberi pengaruh sangat positif kepada semua jemaat GPM untuk memastikan bahwa GKM, yaitu Gerakan Keluarga Menanam, Gerakan Keluarga Melaut dan Gerakan Keluarga Memasarkan hasil produksi mesti dikerjakan dengan cara memanfaatkan semua potensi di masing-masing jemaat atau negeri terutama memaksimalkan pengelolaan lahan dan budidaya tanaman pangan khas atau endemik. Malah menurutnya, “Kaladi Porto ini memperlihatkan bahwa orang Porto mempunyai mekanisme atau budaya bertani yang baik yakni melestarikan bibit unggul. Sebab bibit kaladi tidak dibawa dari manapun, melainkan ada di sini sejak zaman leluhur. Kemudian budaya berkebun atau belo merupakan bentuk kearifan dan sekaligus pengetahuan lokal masyarakat Porto yang luar biasa”.
Maspaitella juga berharap agar Pemerintah baru di Kabupaten Maluku Tengah dan Provinsi Maluku menjadikan Kaladi Porto sebagai bahan pangan khas Pulau Saparua atau Pulau-pulau Lease, dan melakukan inovasi teknologi untuk mengolahnya. Gagasan ini mendapat sambutan dari Camat Saparua, Winny P. Salamor, S.STP yang berjanji akan membantu proses pengembangan produksi ini sehingga ada aktivitas ekonomi baru di Kecamatan Saparua. Pada kesempatan yang sama, Anggota DPRD Maluku, Drs. Lucky Wattimury, yang juga anak negeri Porto menyatakan bahwa penting dilakukan kordinasi berjenjang juga dengan dinas terkait di Provinsi Maluku guna memastikan bahwa kaladi Porto menjadi salah satu produk pangan lokal yang meningkatkan ketangguhan pangan daerah. Karena itu ia akan membangun komunikasi lebih lanjut dengan pemerintah Provinsi Maluku termasuk pemerintah yang baru untuk bisa melihat peluang ini sebagai salah satu sektor andalan bersamaan dengan produk pangan lokal lainnya.