Pengeboman Katedral sebagai pusat ibadah Katolik dan keuskupan di Makassar dalam Masa Raya Pra Paskah (28/3) merupakan noktah pada pluralisme di Indonesia. Pluralisme kita masih terus dihantui oleh aksi-aksi intoleransi dalam beragam bentuk sampai perbuatan vatalistik yang rela mengurbankan diri sendiri dan sesama manusia lainnya.
Kami, MPH Sinode GPM, atas nama kemanusiaan dan keadaban agama yang luhur di atas fondasi Pancasila menyesali tindak pengeboman melalui aksi bom bunuh diri (assasinate) ini karena tidak patut dilakukan oleh siapa pun atau kelompok apa pun dan atas nama atau oleh dorongan ajaran dan fantasi teologi apa pun. Tindakan seperti ini telah mengurbankan kemanusiaan dan mencoreng wajah agama yang luhur.
Sebab itu kami tetap meminta aparat kepolisian untuk tidak saja mengusut tuntas aksi brutal ini, tetapi juga menjamin rasa aman kepada semua warga masyarakat, terutama umat Katolik dan Protestan di Makassar dan seluruh Tanah Air Indonesia karena kita telah dekat pada hari-hari raya keagamaan yang kudus, yaitu Jumat Agung dan Paskah, serta semakin dekat pula bulan suci Ramadhan.
MALUKU DAN MALUKU UTARA TETAP JADI CERMIN KEDAMAIAN
Kami pun menghimbau semua umat beragama di Maluku dan Maluku Utara agar tetap menjadi cermin kedamaian untuk Indonesia. Kita telah melewati ujian yang sangat berat dan pahit, kita telah menyembuhkan luka dengam kearifan budaya kita, dan kita telah menjadikan kemanusiaan sebagai puncak dari keagamaan kita.
Untuk itu mari wujudkan solidaritas keagamaan atas nama kemanusiaan kepada para korban, umat Katolik di Makassar, melalui doa syafaat sambil meminta Tuhan lindungi dan selamatkan bangsa kita. Tidak usah terprovokasi dengan hal apa pun, sebaliknya perkuat pembinaan iman dan tumbuhkan kesadaran damai. Sebagai warga bangsa pun, mari kita rajut solidaritas yang berbhinneka Tunggal Ika.
——-
Pdt. Elifas Tomix Maspaitella
Ketua MPH Sinode GPM