Pemulangan Warga Kariu Jadi Gumulan Bersama GPM
Memasuki bulan ke 7 (Tujuh) pasca konflik antara warga Negeri Adat Pelauw dan Kariu yang terjadi pada tanggal 26 Januari 2022, hingga saat ini, warga Kariu masih menyandang status sebagai pengungsi di negeri Aboru dan Kota Ambon.
Sejak awal, MPH Sinode GPM telah menyuarakan kepada Pemerintah Pusat, Provinsi Maluku maupun Maluku Tengah untuk bertindak cepat dalam menangani masalah Kariu, termasuk pemulangan warga Kariu ke negri asal mereka. Namun hingga saat ini, Warga Kariu masih tetap mendiami tempat-tempat pengungsian di Desa terdekat.
Ketua MPH Sinode, Pendeta E. T. Maspaitella dalam arahan nya pada pembukaan Rapat Konsultasi (Rakon) Semester I Tahun 2022 mengatakan bahwa GPM harus menjadi gereja yang memiliki kepekaan krisis, baik krisis kemanusiaan, krisis lingkungan dan kebencanaan.
Terkait dengan masalah kemanusiaan, bagi Pendeta Maspaitella, yang terjadi antara Pelauw dan Kariu ini menjadi gumulan GPM secara bersama, khususnya pemulangan Jemaat Kariu ke negeri adat mereka. Ini adalah nestapa kemanusiaan yang harus diselesaikan, sebab tidak benar oleh alasan apa pun, adanya sekelompok masyarakat adat yang sudah mendiami negerinya sejak zaman leluhur mereka harus mengungsi ke tempat yang bukan milik pusakanya. Bila ini terus diabaikan, mungkin sudah sepatutnya krisis kepercayaan gereja kepada negara pun akan semakin membesar dan terus membesar, karena negara tidak dapat hadir untuk memulihkan nestapa kemanusiaan Kariu. Pemerintah harus segera melakukan kerja nyata, agar warga Kariu dapat kembali ke tempat asal mereka.
Kami berharap agar spirit Kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini dan spirit HUT Provinsi Maluku membuat kita sebagai warga bangsa dan pemerintah memiliki kesadaran yang sama tentang kebebasan, kemerdekaan yang bersendikan perdamaian dan kemanusiaan. Kemerdekaan RI memberi imperativ untuk kita berjuang bersama agar jangan lagi ada penindasan atau pengabaian terhadap hak hidup dan hak memiliki negeri sebagai hunian yang dilindungi negara dalam segala bentuknya, terang Maspaitella.
Masyarakat Kariu adalah korban bencana kemanusiaan yang harus dilayani bukan dengan cara karikatif melainkan transformasi melalui transformasi keadilan, perlindungan hukum, dan perdamaian sosial antar-warga, kata Maspaitella.