Pembinaan Bagi 165 Pendeta Baru GPM
Mengawali minggu
keempat di bulan Februari, Sinode GPM melalui bagian Personalia menyelenggarakan
kegiatan pembinaan kepada 165 Pendeta yang baru saja ditahbiskan pada Desember
2023, Januari 2024, dan Februari 2024. Kegiatan yang berlangsung selama 5 hari
ini, difasilitasi oleh Sinode GPM bukanlah tanpa alasan. Mendudukan dasar
berpikir dan peningkatan kualitas Pendeta menjadi latar belakang kegiatan ini
berlangsung. Berdasar pada hal tersebut, maka Sinode GPM melalui para Pendeta
yang mumpuni dan kompeten, menjadi narasumber untuk menolong para Pendeta baru
mengenal tanggung jawab, fungsi dan tugas mereka.
Cukup banyak
materi yang disampaikan selama 5 hari, diantaranya Etika Moral Pendeta GPM
(Pdt. Ny. N. Souisa & Pdt. R. Rahabeat), Kajian Sosial Budaya Kewilayahan
(Pdt. Ny. L. Bakarbessy & Pdt. R. Rahabeat), Renstra GPM & Moneva (Pdt.
M. Werinussa), Pendeta Sebagai Pegawai Organik Gereja (Pdt. Ny. D. Soselisa/G),
GPM di Era Digital (Pdt. M. Manjaruni), Administrasi GPM (Pdt. J. Paays),
Eklesiologi GPM (Pdt. E.T. Maspaitella), Spiritualitas Kehambaan (Pdt. S.I.
Sapulette), Keuangan GPM (Pdt. G. Likumahwa), Pendidikan Formal Gereja (Pdt.
Ny. R. Parera/T), dan Barang Milik Gereja Dalam Data (Pdt. M. Haulussy). Terdapat
juga materi yang diberikan oleh Badan Penerjemahan Alkitab, juga Yayasan Sagu Lempeng
GPM tentang konsep perlindungan & safeguarding.
Setiap materi
memberi substansi pada panggilan pelayanan kependetaan. Hal ini terlihat dalam
konten setiap pemateri yang menitikberatkan pada kesadaran diri sebagai seorang
Pendeta, keterbukaan untuk mengerti dan memahami aturan gereja, kesadaran pada
fakta yang terjadi dalam lingkup pelayanan, kesadaran terhadap potensi
pemberdayaan, kepekaan terhadap persoalan umat, keterbukaan terhadap perubahan,
dan kemauan untuk bertranformasi dalam berteknologi.
Pada sesinya,
Pdt. S.I. Sapulette sebagai Sekertaris Umum menolong para Pendeta baru untuk
melihat diri sendiri sebagai hamba yang benar-benar memberi diri dalam
pelayanan kepada Allah. “Kristus menjadi cermin seorang hamba, karenanya
spiritualitas hamba haruslah dimaknai sebagai panggilan individu yang terhubung
dengan Kristus”, jelas Sapulette. Beliau pun menegaskan, sebagai Pendeta GPM
haruslah memaknai dan menghidupi spiritulitas GPM untuk bergumul dan melayani
Tuhan dalam realita pelayanan GPM, sehingga Pendeta tidak boleh kehilangan
kepekaan dan sensitifitas pada kebutuhan pelayanan. Menurutnya, “Spiritualitas
pelayan dalam hal ini Pendeta harus dilatarbelakangi dengan kepedulian untuk
menghantar menjumpai umat”.
165 Pendeta baru
juga ditolong oleh Ketua Sinode Pdt. E.T. Maspaitella untuk terus mengingat
bahwa Eklesiologi, Teologi dan Misiologi harus selalu menjiwai dimensi praksis
bergereja. Maspaitella mengemukakan bahwa “GPM merupakan gereja sebagai entitas,
artinya gereja yang berciri, sehingga hidup dan terus bertumbuh”. Lebih lanjut, Maspaitella menegaskan bahwa
Eklesiologi tidak sekadar pengetahuan tentang gereja, tetapi menjadi dasar dari
tanggung jawab misi gereja. Oleh karenanya, Eklesiologi tidak dapat dilepaskan
dari manusia, lingkungan sosial, bangsa dan alam semesta. “Eklesiologi membuat
gereja hidup sepanjang masa karena ada keyakinan tentang dimensi eskatologis”,
tuturnya.
Penghayatan terhadap
tanggung jawab kependetaan terlihat pada respon 165 Pendeta baru yang serius
dalam mengikuti dan menyikapi setiap sesi. Terdapat juga berbagai macam
pertanyaan dan tanggapan yang dilontarkan bagi para pemateri. Pembinaan
sekaligus pembekalan ini dipandang baik untuk menolong para Pendeta baru
melakoni tugas tanggung jawab mereka.
Mengakhiri
kegiatan Pembinaan ini, Pdt. R. Rahabeat selaku Wakil Sekertaris Umum berefleksi
dalam arahan penutupannya bahwa bersyukur, perubahan, dan penghayatan terhadap
kegiatan ini haruslah menjadi respon 165 Pendeta baru. Dengan begitu, kualitas
sumber daya manusia (Pendeta) mampu peka terhadap ketajaman kehendak Allah.
Penulis: Jean Sierjames