Pala Oikumene Di Bido



Pala Oikumene Di Bido Klasis Ternate

Salah satu kegiatan tingkat sinode yang dilakukan Gereja Protestan Maluku melalui Departemen Pengembangan Oikumene Semesta, Biro Kerjasama Antar Agama dan Denominasi adalah melihat Peran GPM dan Gereja-Gereja Denominasi, menyikapi kehidupan oikumene di Kota Ternate. Dan dalam kesempatan ini dilakukan di kecamatan Pulau Batang Dua, yang secara administratif pemerintahan adalah bagian dari Kota Ternate dengan lima kelurahan, yakni Kelurahan Mayau, Kelurahan Bido, Kelurahan Lelewi di pulau Mayau dan kelurahan Tifure, kelurahan Pante Sagu di Pulau Tifure.

Di Pulau Batang Dua, ada empat lembaga gereja yang turut berperan penting dalam menyikapi berbagai realitas kenyataan hidup bermasyarakat dan alam sebagai bagian dari mitra pemerintah tetapi juga menjadi tanggung jawab pekabaran injil untuk menghadirkan syalom Allah di tengah-tengah dunia. Kepala biro, ibu Pendeta Ola juga menyampaikan bahwa ini cara kita sebagai gereja untuk mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lembaga gereja ini antara lain, GPM, GKPMI, GMIH, GPDI.

Lewat kegiatan ini ruang perjumpaan dibangun, sekalipun ruang-ruang ini telah dibangun sebelumnya dengan paradigma dan gaya yang sedikit berbeda tentang oikumene. Materi pertama tentang perubahan paradigma oleh wakil sekretaris umum MPH Sinode GPM, Pdt Rudi Rahabeat di Gedung Gereja GKPMI Filadelfia Bido, akhirnya membuka prespektif baru tentang apa itu oikumene dan bagaimana Gereja-gereja bekerja sebagai bagian dari oikumene dengan delapan isu besar yang harus menjadi tanggung jawab kita sebagai gereja.

Berbekal ruang perjumpaan dan paradigma inilah, beta dan Soni Motulo (Ketua AMGPM ranting Makedonia), berkesempatan melakukan live in bido selama satu malam. Jemaat GKMPI Filadelfia Bido yang kurang lebih memiliki kepala keluarga sebanyak 127 dengan jumlah jiwa 429 adalah bagian dari kelurahan Bido yang cukup terkenal di kota Ternate karena menjadi salah satu kelurahan yang sering mendapat penghargaan ditingkat kota maupun nasional karena kebersihan. Bido juga punya salah satu keunikan jika musim ikan cakalang, hasil tangkapan bisa mencapai ratusan ton ikan dan dilakukan secara bersama seluruh masyarakat yang hasilnyapun dinikmati oleh seluruh masyarakat di pulau Mayau.

Dalam diskusi semalam, bersama Bapak Gembala Pdt. Naser Lette, Ibu Yakomina Roriwo, Bapak Henok Saribu, Ibu Erni Lani Waloni, Yuliarti Tarempas, Vindi Lette, Bapak Naftali Herung, soni Motulo kami memulainya dengan saling mengenal. Bukan hanya secara pribadi tetapi juga saling mengenal tentang gereja. secara sederhana beta menjelasakan tentang GPM dan sebaliknya mereka menjelasakan tentang GKPMI, yakni :

1. Bapak Gembala sebagai pemimpin jemaat dengan majelis inti dan majelis departemen laki-laki, departemen Perempuan, departemen pemuda dan anak.

2. GKPMI Bido, Lelewi bahkan Pante Sagu juga punya pemahaman dan tradisi yang dijaga adalah seluruh anggota jemaatnya tidak diperbolehkan merokok dan minum-minuman keras, itu dijaga hingga saat ini, maka tidak heran jika siapapun yang berkunjung ke Bido akan menaati aturan ini. Bahkan secara disiplin gereja, jika kedapatan majelis atau jemaat bahkan pendeta yang melakukan pertukaran mimbar jika merokok tidak diperbolehkan melayani ibadah.

Perbincangan di pukul 20.00 WIT pada Rabu (05/12) malam itu dengan suasana kekeluargaan juga membicarakan empat hal penting :

1. Akhirnya Torang saling mengenal. Menurut Yuli selama ini, jika menggunakan transportasi laut, Sabuk 105 jika bertemu bapak pendeta (Beta,) “Kita (Saya) kira Anak Buah Kapal (ABK) Sabuk 105. Malam yang tenang itu pun menjadi ribut karena tawa bersama.  Beta pun akhirnya mengenal Yuli, yang dulunya adalah orang Tifure, dari keluarga Bader yang dibaptis di GPM dan kemudian menikah dengan orang Bido dan menjadi jemaat GKPMI. Bapak Gembala Naser yang pernah bertugas dua tahun lebih di Pulau Tifure dan Istrinya Ibu Erni yang pernah mengabdi sebagai guru honor SK Yayasan di SD Sub GPM Tifure serta Soni Motulo yang adalah anak muridnya yang sudah besar dan sangat rajin membantu mereka di pastori GKPMI Eklesia Pante Sagu.  

2. Komunikasi dan koordinasi itu penting. Jarak Bido dan Mayau yang cukup jauh menjadi salah satu kendala dalam membangun ruang jumpa. untuk kegiatan-kegiatan bersama misalnya surat saja tidak banyak membantu, baiknya kita duduk dan mempersiapkannya secara bersama menurut Bapak Gembala. Beta pun mengkisahkan bagaimana beta, Bapak Fasten Tarussy (Wakil Ketua Majelis Jemaat GMIH exodus Tifure) dan Bapak Gembala Maikel Mohibu membangun ruang-ruang jumpa yang tidak hanya di pertemuan adat, nikah, gereja maupun pemerintah. Kadang kami bertemu di dasing (rumah kebun), di perahu soma, di samping-samping pagar dan perempatan-perempapatan jalan bukan hanya menanyakan kabar dan akan kemana?. Tetapi juga membicarakan bagaimana membangun pulau Tifure bersama. Seperti menanam sayur dan cabe, menjaga laut dan pesisir, penanganan Covid 19 dan penyakit menular lainnya, sampah, pernikahan beda gereja, “politik”, bencana alam dan berbagai isu-isu yang terjadi di Pulau Tifure hingga berbagi untuk menguatkan pelayanan di masing-masing gereja dengan solusi-solusi yang baik. Oleh karena itu ruang jumpa dalam membangun komunikasi dan koordinasi tidak hanya ada di ruang-ruang formal tetapi juga ruang-ruang informal.

3. Perubahan Paradigma Oikumene. Tidak bisa dipungkiri bahwa pada ruang-ruang oikumene sejauh ini di Batang Dua masih, digunakan dalam ruang-ruang ritual, misalnya natal dan pertukaran khotbah. Diskusi malam itu sempat juga membicarakan soal menentukan jadwal ibadah natal yang tidak bisa disesuaikan dengan GPM karena rangkaian ibadah natal di wadah sektor, unit hingga organisasi yang cukup pandat sehingga terkadang undangan-undangan untuk saling menghadiri terkendala karena benturan jadwal. Setelah memahami Oikumene secara utuh dengan paradigma yang baru. Kami mulai menyampingkan soal-soal ritual dan mencoba menggali kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama di batang dua. Vindi Lette bersama Ibu Yakomina mengatakan bahwa dulu ketika pandemic covid 19 kami bersama pemerintah dan gereja-gereja pernah duduk bersama dan membicarakan tentang bagaimana penanganan covid 19, selain itu masalah KM Kairos yang pernah heboh pada waktu ibu Pdt Glo dan Pdt Donny masih bertugas di jemaat GPM Efata Mayau kami pernah melakukan aksi doa bersama dan kami semuanya sedih dan berduka, terkadang kami saling menguatkan karena kami keluarga. di Tifure seperti yang beta sampaikan di atas ada sebagian kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan yang tidak hanya sebatas ritual. Aksi-aksi kemanusiaan pernah dilakukan ketika Pdt Maikel Mohibu memgang mic TOA dan memberi pengumuman ketika kapal sabuk 105 akan bersandar di pelabuhan laut Tifure untuk mengikuti kesepakatan protocol kesehatan yang disepakati tiga batu tungku di pulau Tifure. Beta dan bapak Fasten bersama, guru, RT RW kedua kelurahan, dan pemuda pante sagu dan tifure berbaris rapih mengarahkan penumpang untuk mengikuti aturan-aturan kaesehatan yang telah disiapkan. Pernah juga ikan garam dikumpulkan bukan hanya jemaat GPM Tifure tetapi juga Jemaat GMIH Exodus Tifure yang dikirimkan ke Ternate untuk membantu kesusahan jemaat yang kesulitan makan ikan ketika pandemic berlangsung, serta relawan AMGPM Tifure yang beranggotakan GMIH dan GKPMI Eklesia Pante Sagu. Cerita-cerita secara sederhana pun diresponi baik dan merubah cara pandang kita bahwa, yang disebut oikumene tidak sebatas ritual dan kerja-kerja oikumene telah jauh dilakukan sebelum menyebutnya oikumene.

4. Isu-isu Strategis di batang dua. Kami melihat bersama bagaimana isu lingkungan seperti sampah dengan kesadaran yang kurang dan Tempat Pembuangan AKhir yang belum maksimal, isu kesehatan seperti penyakit menular yang berkaitan dengan pola hidup bersih, isu poitik terkait dengan dampak pilkada yang terus memicu konflik, isu pendidikan bagaimana mendorong anak-anak bukan hanya soal putus sekolah tetapi juga melanjutkan pendidikan ke perguruang tinggi, isu teknologi tentang penggunaan media sosial, isu pastoral terhadap pasangan-pasangan yang berbeda gereja sehingga diupayakan pastoral yang oikumenis bersama pendeta di setiap gereja, isu Ekonomi untuk memberdayakan warga gereja dengan usaha-usaha menanam misalnya cabe. Isu-isu ini pun dibahas dalam diskusi bersama setelah hari kedua dilakukan di gedung gereja GPM Efata Mayau yang menyimpulkan untuk membentuk kepengurusan oikumene dengan paradigma baru, bahwa tanggung jawab ini adalah tanggung jawab bersama karena Gereja hadir ditengah dunia.

Perbincangan ini pun berlanjut dimeja makan pastori GKPMI Filadelfia Bido. Aksi apa yang akan esok kita lakukan sebagai cara beroikumene. Awalnya kami berpikir soal senam bersama, hingga membersihkan jalan. Namun hal ini sudah biasa dilakukan, apalagi bido adalah salah satu kelurahan percontohan. Usul lain pun datang, Bagaimana kalau kita menanam. Bapak Gembala merespon baik usul ini, ada lima anakan pohon pala yang akan beliau siapkan untuk ditanam di esok pagi. Akhirnya dengan semangat di meja makan kami semua bersepakat untuk menanam pohon pala yang kami sebut dengan penuh senyum PALA OIKUMENE.

Pukul 08.00 WIT, Kamis (06/12)  kami menuju kebun bapak Gembala Naser. Beta memikul pacul, beliau memikul 5 anakan pala dan karung, peserta yang ikut membawa peralatan lainnya dan berjalan di belakang sambil bercanda dan ketawa, mereka mengatakan inilah pendeta-pendeta pertanian. Beta kemudian mengatakan kepada Bapak Gembala Naser, suatu waktu beta rindu di Pulau Mayau ada KEBUN OIKUMENE. Beliau tersenyum dan mengatakn mari torang mulai dengan menanam pala.

Tidak terasa kami pun tiba dilokasi dan beliau menunjukan Lokasi-lokasi untuk menanam, dengan gaya khasnya petani kami pun mulai membersihkan rumput dan mulai mencangkul tanah untuk menanam. Ayat-ayat alkitab pun sesekali dikumandangankan setiap kali menanam dengan sukacita, di pohon pala ke tiga, saya sempat menyebutkan ayat Alkitab 1 Korintus 3:6 “Aku Menanam Apolos Menyiram tetapi Allah yang memberikan Pertumubuhan” serempak semuanya menjawab Amin… itu moto GPM balas Beta.

Suasana hangat ini dilanjutkan dengan berbagi kisah-kisah pelayanan sambil meminum air kelapa muda yang dicampur dengan gula aren. Hanya ada tawa dan kebahagian tersendiri yang dirasakan sehingga beta berbagi dalam tulisan ini semoga kebahagian ini tersampaikan. Setelah cukup kenyang kami pun kembali ke pastori dan berpamitan. Beta akhirnya mengenal GKPMI (Gereja Kalvari Pentakosta Misi Indonesia) Filadelfia Bido dengan keramahaan dan kekluargaan mereka dan mereka pun mengenal GPM dengan Anak Buah Kapal (ABK) nya yang berlayar di Pulau Tifure. Danke (Terimakasih) Bido biarlah oikumene tetap terjaga di “Miawala” rumah bersama kita rumah Pulau Batang Dua (Mayau dan Tifure).

------

Pewarta : Pdt Filex Talakua - Ketua Majelis Jemaat GPM Tifure



Berikan Komentar

Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin