MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, NADIEM MAKARIM: PENDIDIKAN ADALAH PILAR UTAMA UNTUK MENCIPTAKAN DUNIA YANG DAMAI DAN LEBIH INKLUSIF
Untuk memperkaya perspektif tentang Literasi Keragaman Lintas Budaya, Menteri Pendidikan Nasional RI, Prof. Nadiem Makarim, di bagian akhir paparannya menyatakan bahwa pendidikan adalah pilar utama untuk menciptakan dunia yang damai dan lebih inklusif.
Hal itu berkaitan dengan keyakinannya bahwa pendidikan di Indonesia salah satu tujuannya adalah untuk memupuk koeksistensi damai dan kolaborasi lintas agama guna membangun masyarakat yang inklusif
.
Melalui pendidikan, kata Nadiem, para murid dapat menghadapi dan menghindari sikap prejudice, dan sekaligus memupuk rasa saling menghormati. Itulah sebabnya institusi pendidikan akan menjadi arena dimana dialog konstruktif terbangun secara empiris, dan para siswa dapat saling menghargai setiap perspektif yang berbeda. Pengalaman siswa dalam keragaman semakin diperkaya.
Ada beberapa bentuk kegiatan yang bisa dilaksanakan secara mandiri oleh setiap sekolah misalnya menetapkan dan merayakan hari kebudayaan dan perdamaian, dan agar hal itu berlangsung secara baik, butuh kolaborasi ke dalam setiap satuan Mata Pelajaran. Misalnya mata pelajaran Sejarah, maka siswa akan belajar tentang bagaimana hubungan antar umat terjalin selama ini, para guru sekaligus berperan sebagai agen perdamaian, karena memberi contoh secara langsung mengenai perdamaian dan saling menghargai
.
Di tengah perkembangan global, menurut Nadiem, selain sekolah, media massa harus dimanfaatkan pula untuk menyebarkan pesan perdamaian dengan memberitakan praktek-praktek baik dari kolaborasi lintas budaya dan agama sehingga menjadi contoh dan pembelajaran secara meluas di masyarakat bahkan lintas-bangsa. Selain itu, program digital seperti e-learning, menurut Nadiem, efektif untuk memperluas jangkauan pesan perdamaian ke seluruh dunia, sebab bisa memuat topik-topik seputar perdamaian, toleransi, dialog yang mudah diakses
.
Semua itu harus diwadahi melalui pendidikan baik formal maupun informal dengan dukungan seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Hal itu yang sedang dipraktekkan Institute Leimena bersama jejaringnya yang kini tersebar di 37 Provinsi di seluruh Indonesia.