Ketua Sinode GPM Terima Kunjungan KPAI Pusat
Anggota Komisioner KPAI, Silvana Apituley, Aris Adi Leksono
dan Asisten Analis Pengawas KPAI, Fadila N. A, bersama dengan Pergunu (Persatuan
Guru Nahdlatul Ulama) Maluku, Ismail Kaliky siang tadi mengunjungi kantor Sinode
GPM.
Kedatangan
Komisioner KPAI ini disambut oleh Ketua Sinode GPM, Elifas Tomix Maspaitella, M.Si – bersama Sekretaris Umum Sinode
GPM, Pendeta S. I Sapulette, Wakil Ketua I, Pendeta Lenny Bakarbessy/R, Wakil Ketia II, Pendeta H. Hetharie, Wakil
Sekretaris Umum MPH, Pendeta Dr. Rudolf
Rahabeat, M.Hum dan Anggota MPH, Pdt.
Yohanis Colling.
Apituley
mengungkapkan, selain bersilaturahmi, kunjungan ini juga lebih khusus untuk
membahas pendidikan anak-anak Kariu yang yang terimbas konflik sosial pada 2022
lalu.
Sebelumnya,
KPAI telah melakukan visitasi ke desa Aboru, dan meninjau kondisi warga Kariu.
Berdasarkan hasil tinjauan, ada banyak hal yang mesti cepat ditanggulangi,
salah satunya pendidikan anak.
“KPAI telah mendengar sekian banyak
kebutuhan anak-anak. Kami akan mem-follow
up di tingkat daerah, provinsi dan
kabupaten, sebagian di nasional. Kami akan menyurat pada kementerian lembaga
terkait unuk memastikan hak anak-anak ini terpenuhi. Aman, nyaman, tumbuh
kembang, pendidikan, pengasuhan, yang akan kami minta perhatian dari
pemerintah,” ungkap Apituley.
Sementara itu, Aris Adi Leksono mengatakan, KPAI apresiasi
langkah-langkah yang dilakukan GPM. Ini akan menjadi Isu utama KPAI yang
mengarah pada resolusi konflik jangka panjang. Terutama untuk pendidikan
anak-anak, pada 90 anak-anak yang sekarang bersekolah di sekolah Rehoboth,
baginya mereka harus diselamatkan.
Terkait masalah Dapodik anak-anak,
sudah terselesaikan. Hal ini dimaksimalkan karena terkait dengan dana BOS.
Dalam waktu dekat, akan ada Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Pihak
KPAI meminta gereja untuk terus mengingatkan pemerintah terkait dengan user name dan password Dapodik para siswa, sehingga mereka tidak perlu lagi
kembali ke Kariu untuk melaksanakan ANBK.
Masalah
lainnya, terkait ketersediaan tenaga guru yang terbatas. Di Kariu hanya ada 11
guru dan hanya baru 3 yang menerima sertifikasi. Untuk itu diharapkan agar 9
lainnya juga dapat memperoleh hak yang sama.
Apituley
menambahkan bahwa masalah pendidikan anak Kariu ini sudah dilaporkan kepada
menteri pendidikan. “Untuk follow up teknis perlu data, analisis
yang akurat. Itu sebabnya kami datang ke lapangan dan menemui berbagai macam
pihak,” imbuhnya.
Sementara itu, Pendeta Maspaitella
menanggapi, bahwa perhatian kepada anak-anak Kariu itu sudah berlangsung dari
awal konflik hingga saat ini. Proses pemindahan anak-anak sekolah Kariu ke
sekolah Rehoboth juga diinisiasi oleh GPM. GPM mengambil tindakan ini karena
lambatnya pergerakan yang dilakukan oleh Pemerindah Daerah.
“Memang betul, bahwa untuk memahami
kondisi sebaiknya datang dan lihat sendiri. Kami jenuh memberi laporan
kemana-mana. Kesannya laporan kami tidak valid karena tidak ada follow up. Jangan jauh-jauh ke jakarta,
laporan kami tidak follow up.
Anak-anak Kariu semenjak peristiwa terjadi, kita sudah menyampaikan masalah pendidikan
mereka. Karena di Aboru itu kondisinya tidak aman, dan jalannya jauh. Siapa
yang mau ajar mereka? Ruangan kelas terbatas. Kami memindahkan mereka ke Ambon
karena kami tahu pemerintah tidak akan follow
up. Saya panggil pengurus pusat YPPK supaya diambil langsung dan kita
berproses untuk mereka datang ke Ambon,” tutur Maspaitella.
Bukan hanya sekolah, tetapi rumah
staf sinode juga dipakai untuk tempat tinggal anak-anak Kariu. Semuanya agar
mereka dapat melanjutkan pendidikan yang layak.
Usaha
dan perhatian dari GPM ini berbuah baik, menteri PUPR akan membangun asrama
bagi Sitanala Learning Center (SLC) milik YPPK. Pembangunnanya juga diusahakan
rampung pada tahun depan.