Gema Suara Profetik Dari Klasis GPM Sula Taliabu
Sidang ke-45 Klasis GPM Sula-Taliabu berlangsung di Jemaat GPM Mantarara Kabupaten pulau Taliabu Maluku Utara pada tanggal 7-8 April 2024. Sidang yang dihadiri unsur Majelis Pekerja Klasis dan utusan dari 33 jemaat dan 7 bakal jemaat ini berlangsung dalam suasana kebersamaan yang kental. Ketua Klasis GPM Sula-Taliabu Pdt Karel M Hitipeuw, S.Si dalam pidato pembukaannya menyampaikan pandangan tentang pentingnya pengembangan potensi ekonomi jemaat-jemaat serta mencermati praktek ijonisasi yang menjerat umat dan masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya pastoral politik guna membangun komitmen melayani di bidang politik. “Pasca pemilu dan jelang pemilihan pemilihan kepala daerah di provinsi maupun kabupaten maka pastoral politik perlu terus dioptimalkan” ungkap pendeta yang telah melayani empat belas tahun di Klasis Sula-Taliabu ini. Didampingi Sekretaris Klasis, Pdt Margareth Shirley Lakburlawal-Latuny, M.Si yang juga Sekretaris persidangan, MPK Klasis Sula-Taliabu berkomitmen untuk terus mengimplementasi program pelayanan dan keuangan yang efektif, efisien dan berdampak bagi penguatan umat, pelayan dan kelembagaan.
Salah satu isu strategis yang ada di Klasis Sula Taliabu adalah keberadaan industri pertambangan di pulau yang memiliki kandungan tambang yang kaya ini. “Di Jemaat saya sedang dibangun smelter untuk mengolah tambang biji besi” ungkap Pendeta L Paulus, S.Si, Ketua Majelis Jemaat GPM Penu. Ia kemudian menyiapkan warga jemaat untuk menanam sayur dan pangan lokal untuk memenuhi kebutuhan karyawan perusahaan. Demikian pula pengolahan ikan sebagai salah satu potensi di jemaat yang terletak di bagian Utara pulau Taliabu ini. Menyikapi isu ini Asisten Direktur Balitbang Sinode GPM Pdt Benly Pattihawean, M.Si turut hadir di Taliabu. Ia melakukan kajian lanjutan terhadap dampak pertambangan bagi masyarakat di berbagai aspek yakni ekonomi, ekologi dan sosial budaya. Mantan Ketua Majelis Jemaat GPM Tolong di Taliabu bagian Utara ini juga menyampaikan beberapa pokok pikiran dalam sidang ke-45 Klasis Sula-Taliabu. Pdt Yanes Titaley, M.Th selaku Kepala Biro Hubungan Agama-Agama. Denominasi dan aliran kepercayaan turut memberi materi. Mantan Ketua Majelis Jemaat GPM Kawadang di pesisir Selatan pulau Taliabu ini, menekankan pentingnya merajut kebersamaan lintas iman dalam spirit Gereja Orang Basudara. Dalam sesi panel kajian sub tema ini, Pdt Ruth Saiya juga berbagi perspektif tentang analisis gender dan pelayanan gereja.
Sebelumnya, pada tanggal 5 April 2024 telah dilaksanakan Musyawarah Paripurna Paripurna Daerah Taliabu di Jemaat GPM Airkadai. MPPD ini dibuka oleh Pengurus Besar Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku, Bung Marthen Bokaraman. Bu Ateng turut memberi aksentuasi tentang peran pemuda dalam pemberdayaan ekonomi dan sikap kritis terhadap industri pertambangan. Sekretaris Daerah AMGPM Sula-Taliabu, Bung Marlinus Ngilo dalam kesempatan itu juga menekankan pentingnya peran pemuda dan gereja dalam peningkatan kualitas SDM melalui dunia pendidikan.
Dalam rangkaian kegiatan gerejawi ini juga pada hari Minggu, 7 April 2024 dilakukan Pentahbisan Gedung Gereja baru “JOU BARAKATI” di Jemaat GPM Kilo. Ketua Majelis Jemaat GPM Kilo, Pdt Atus Corputty, S,Si dan Pdt Erni Sedubun-Corputty,M.Th selaku Pendeta jemaat beserta 16 Majelis Jemaat dan para pendeta di Klasis Sula-Taliabu turut ambil bagian prosesi liturgis dari gereja lama “BETLEHEM” ke gedung gereja yang baru bersama jemaat. Hadir pula mantan Ketua Majelis Jemaat GPM Kilo, Pdt Marlen Nahusona-Pakaila, S.Si. Gedung gereja yang dibangun hampir 12 tahun ini menelan dana 1,3 milyar rupiah ini sebagian daya bersumber dari warga jemaat. “Kami mengolah kelapa warga jemaat menjadi kopra sebagai sumber dana utama, selain bantuan dari pemerintah Kabupaten Sula dan Kabupaten Taliabu serta bantuan donatur lainnya” ungkap Bpk Yacob Talanne, Ketua Panitia Pembangunan Gereja yang baru disamping Bpk Jefri Khumagap selaku Sekretaris Panitia Pentahbisan gedung gereja baru.
Demikian gema suara profetik dari tiga iven gerejawi yang berlangsung di pulau Taliabu Maluku Utara. Dalam catatan Wikipedia disebutkan bahwa Penduduk yang menetap di Pulau Taliabu terdiri dari penduduk asli Taliabu yang terdiri atas suku Mange, suku Kadai, suku Siboyo, dan suku Panto yang diklasifikasikan berdasarkan bahasa yang digunakan, wilayah menetap, serta orientasi mata pencaharian, dsb. Sementara untuk penduduk pendatang yang berasal dari luar Pulau Taliabu, yaitu suku Buton, suku Ambon, suku Banggai, suku Bugis-Makassar, dan suku Jawa. Kendati penduduk Taliabu terdiri dari berbagai suku dengan latar belakang budaya yang berbeda namun kehidupan sosial masyarakat tidak pernah mengalami kesenjangan sosial apalagi konflik sosial. Hal ini diayomi oleh kearifan lokal masyarakat Pulau Taliabu yang dikenal dengan Mangkalomu atau kumpul bersama untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang didasari dengan Dadi Sia Kito Mangkoyong yang artinya bersatu untuk maju. Filosofi kehidupan masyarakat yang damai ini dijadikan moto oleh pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu dengan istilah Hamungsia Sia Tofu yang berarti Bersama dan Bersatu. Teruslah mendayung maju menggapai masa depan cerah, Jou Barakati, Tuhan memberkati.
Penulis : Pendeta Rudy Rahabeat - Wakil Sekretaris Umum