GELORAKAN TERUS SPIRIT SETARA DAN BERSAUDARA ANAK DAN REMAJA GPM (Bersama Anak dan Remaja GPM Klasis Ternate)




Anak dan Remaja Klasis GPM Ternate telah selesai mengikuti Kegiatan Bakudapa Anak dan Remaja Gereja Protestan Maluku (GPM) di Klasis Masohi, 26 Juni-1 Juli 2024. Mereka kelihatan gembira dan bersemangat saat menjumpai mereka di Karang Panjang Ambon beberapa menit sebelum mereka kembali ke kaki Gunung Gamalama Ternate (Kamis, 4 Juli 2024). “Kita setara dan bersaudara di atas dasar Kasih Tuhan” anak-anak ini bernyanyi disertai gerak dan senyum, sebelum kami berdoa dalam lingkaran kesetaraan. “Lingkaran ini adalah simbol kesetaraan, tidak ada yang lebih tinggi dan lebih rendah, tidak seperti tangga” ungkap saya ketika hendak berdoa. Sebelumnya, didampingi Pendeta Dony Toisuta, Sekretaris Klasis GPM Ternate kami memberi motivasi kepada anak dan remaja Ternate agar terus maju, belajar tekun, memiliki karakter yang tangguh dan meraih prestasi. “Belajar Bahasa Inggris, bina persahabatan, jangan menyerah, kalian adalah anak-anak hebat, kelak kalian akan sukses” kalimat itu merupakan penyemangat bagi tunas-tunas baru harapan gereja dan bangsa. 

Adapun peserta dari Klasis Ternate berjumlah 14 orang masing-masing dari Jemaat GPM Imanuel adalah Beatrix Alicia Cristabel. Etlin Loutina Takarbessy, Given Ravael Junior Imurnely dan Tirza Lekatompessy dengan Patricia Kamponang sebagai Pengasuh Pendamping. Dari Jemaat GPM Mayau adalah  Tirza Humanggael, April ingar novalia Sumtaki. Rio Freldy Taliwunan dengan Nona Gresy Bobol sebagai Pengasuh Pendamping. Sedangkan dari Jemaat GPM Tifure adalah Wilindi Koda, Inggrid Dolongseda dan Chrisporus Larene. Adapun Pendeta pendamping adalah Pdt Wem Terloit (Ketua Klasis GPM Ternate) dan Pdt Dony Toisuta (Sekretaris Klasis GPM Ternate). Para peserta dari Klasis Ternate bergabung dengan 33 Klasis se-GPM dan bersama-sama menggelorakan spirit kesataraan dan persaudaraan dalam perbedaan (suku, agama, budaya, bahasa, dst)

Anak-anak Ternate adalah anak-anak hebat. Mereka melintasi kota dan provinsi, dari Maluku Utara ke Maluku. Bahkan ada peserta dari pulau Batang Dua yakni Jemaat GPM Mayau dan Tifure. Jarak tempuh dari kota Ternate ke Tifure sekira 80 mil, ditempuh dalam sepuluh jam dengan kapal atau motor laut. Saat kegiatan Bakudapa Anak berlangsung, ada berita yang menengangkan di Mayau. 11 orang warga Mayau terombang-ambing di lautan Halmahera. 

“ Untuk semua sobat FB dimana saja terutama di seputaran daratan HALMAHERA dan Pulau Pulau Sekitar (Sulawesi Utara, kepulauan Sanger dan sekitarnya) jika mendapat info apapun tentang keberadaan Perahu Motor (Body) digambar ini mohon BANTUANnya segera diinfokan. Perahu (Body) Ebenhaezer asal Mayau sedang melakukan perjalanan dari Tobaol Kec•Ibu (Halbar) menuju •Mayau (Batang Dua) sejak jam 9 pagi (25 Juni 2024), diperkirakan tiba sekitar jam 8 malam (25/6/24), namun sampai saat ini belum juga tiba di •Mayau. Mohon Topangan DOA KITA BERSAMA . Semoga semuanya baik2 saja Amin” demikian tulis Vega Salu di laman fesbuknya. Vega adalah anak Desa Mayau yang berprofesi sebagai dosen dan seniman yang saat ini sedang berada di Ambon. Tetapi syukur kepada Tuhan 11 orang warga Mayau akhirnya tiba di Pantai Mayau dengan selamat. “ Dangke banya basudara untuk topangan doa. Perahu Ebenheazer yang membawa 11 anggota jemaat kami telah tiba dengan selamat setelah dua hari pelayaran. Tuhan paleng bae” tulis  Pendeta NesCo Tuknuru-Haurissa, Ketua Majelis Jemaat GPM Mayau di laman fesbuknya. 

Kisah masyarat pulau Batang Dua, termasuk anak dan remaja asal Mayau dan Tifure adalah kisah tentang anak-anak laut pulau. Mereka lahir dan dibesarkan di hamparan lautan luas dengan cuaca yang berubah-ubah. Mereka menghadapi badai dan ombak, dan berusaha tegar. Kadang mereka harus menghadapi keadaan yang memilukan hati. Seperti yang pernah terjadi kisah duka yang dialami enam tahun silam. 18 warga asal Desa Mayau Kota Ternate Maluku Utara sejak Sabtu, 11 Agustus 2018 berlayar dengan sebuah kapal kecil dari Pelabuhan Bitung Sulawesi Utara ke Pulau Mayau di Maluku Utara. Hingga kini 18 orang warga Mayau itu tidak pernah kembali dan keluarga mereka hanya dapat berserah kepada Tuhan atas peristiwa kehilangan itu. 

Kisah ini adalah sebagian potret masyarakat kepulauan yang hidup bersama alam yang kadang menakutkan. Tetapi pada konteks itulah mereka dibentuk dan digembleng menjadi manusia-manusia petarung dan pejuang. Demikian pula anak-anak se-Klasis GPM Ternate hidup bersama sahabat-sahabatnya yang beragama Islam dan membangun persahabatan atas dasar nilai kesetaraan. “Marimoi Ngone Futuru”, bersatu kita teguh. Itulah motto provinsi Maluku Utara yang menggelorakan spirit untuk terus bersatu dalam kesetaraan dan persaudaraan dalam keragaman. Maju terus anak dan remaja Ternate, anak dan remaja GPM, anak dan remaja Indonesia.  Soba Jou ! (RR) 

Pewarta: Pdt Rudy Rahabeat, Sekretaris Klasis GPM Ternate masa pelayanan 2011-2014