Empat Catatan Di Hari Keluarga GPM



Ilustrasi Keluarga GPM

Sejak 30 Agustus 2015 Gereja Protestan Maluku (GPM) merayakan Hari Keluarga GPM. Hal ini dilandasi oleh pemahaman teologi bahwa keluarga adalah anugrah Tuhan dan basis pembinaan yang paling utama. Olehnya, pada momentum delapan tahun Hari Keluarga GPM ini saya hendak membagikan empat catatan sederhana sebagai berikut: 

Pertama, Keluarga sebagai Anugrah Allah. Dalam Kitab Suci (Alkitab) dengan jelas dikatakan bahwa manusia membentuk keluarga melalui lembaga pernikahan. Pada waktunya seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan menyatu dengan istrinya. Pilihan untuk membentuk rumah tangga merupakan sebuah tindakan teologis, tidak semata biologis atau sosial semata. Olehnya tiap rumah tangga dan keluarga mesti terus merawat dan membina keluarganya dengan penuh cinta dan iman. Walau tantangan datang silih berganti, ibarat badai dan gelombang yang menerpa bahtera keluarga, namun tetap tegar berlayar menuju tujuan, sembari tetap mengandalkan Tuhan.  Visi dan motivasi teologis bagi keluarga perlu terus diaktifasi agar keluarga tidak kehilangan vitalitas dan sukacita. Sumber vitalitas dan sukacita itu adalah Allah. Olehnya, keluarga yang hebat adalah keluarga yang selalu mengandalkan Allah. 

Kedua, keluarga di tengah perubahan zaman. Ketua Sinode GPM, Pdt Elifas Maspaitella ketika mencanangkan Pekan Bina Keluarga GPM dan pencanangan HUT-88 GPM (27/8/2023) secara simbolis kepada satu keluarga, menyerahkan Alkitab, piring natzar dan tampa cili garam untuk mengingatkan tiap keluarga tentang hal-hal yang utama dalam berkeluarga. Alkitab merupakan sumber utama pengajaran gereja, darinya tiap keluarga menimbah air kehidupan yang tidak pernah kering. Di tengah kegandrungan membaca media sosial saat ini, maka kiranya Alkitab jangan lupa untuk terus dibaca, diperdengarkan dan dilaksanakan dalam hidup keluarga. Demikian pula   piring natzar dan meja sombayang, merupakan symbol dari kesungguhan dan ketekunan dalam doa. Doa merupakan nafas hidup orang beriman, kata Johanes Calvin. Doa merupakan pilar penyanggah bangunan keluarga Kristen. Di dalam doa ada kuasa dan kasih. Nabi Yeremia berkata: “Berserulah kepadaKu maka aku akan menjawab engkau,  dan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kau ketahui (Yeremia 33:3). Dengan tekun berdoa maka bangunan keluarga pasti tetap kokoh dan tidak goyah. Tampa cili garam dan meja makan adalah symbol prsekutuan dan kebersamaan dalam keluarga. Di tengah perubahan zaman, khususnya di era digital ini keluarga-keluarga makin diperhadapkan dengan dilema-dilema yang perlu disikapi dengan komprehensif. Ketika anggota keluarga makin terpaut pada gadget dan internet, ketika liat hp sambil makan atau minimnya komunikasi antar anggota keluarga karena asyik dengan gadget masing-masing, maka diperlukan langkah solutif yang terukur. Meja makan dikembalikan perannya sebagai meja persekutuan dan kebersamaan antar anggota keluarga. 

Ketiga, keluarga yang variatif. Keluarga ideal adalah keluarga yang terdiri dari ayah ibu dan anak-anak. Di dalamnya terbangun relasi antar suami istri, orang tua dan anak-anak, serta adik dan kakak. Namun ada juga keluarga tunggal (single parent). Ibu atau ayah yang merawat anak-anaknya sendiri, entah karena suami atau istri meninggal atau ditinggalkan sendiri. Ada perempuan atau laki-laki yang mengambil seorang anak dan merawatnya seperti anaknya sendiri. Ada juga fenomena orang menikah tetapui tidak ingin memiliki anak. Dengan kata lain, ada ragam variasi dalam memaknai keluarga. Terkadang kita membangun romantisme dalam keluarga, seakan-akan keluarga sejati itu mesti “lengkap” dan sempurna. Padahal tidak sedikit orang-orang hebat dan sukses datang dari keluarga yang variatif itu. Pembeda ini juga penting agar kita peka dan tanggap terhadap keluarga-keluarga yang tipikal itu. Kita tidak memaksakan satu konsep keluarga ideal di tengah realitas dinamika institusi keluarga yang kian cair. Metode dan pola pembinaan keluarga mesti variatif dan kreatif pula, tidak monoton dan mekanistik.  

Keempat, keluarga yang bersyukur, berdoa dan bekerja. Sesuai dengan tema perayaan HUT ke-88 GPM  6 September 2023 yakni: “Bersyukurlah: Jadilah gereja yang berdoa dan bekerja bersama dalam pelayanan”  maka keluarga sebagai ekklesia domestika (gereja kecil) mesti terus bersyukur, berdoa dan bekerja (B3). Keluarga yang tidak bersungut-sungut dan melukai atau saling mempersalahkan satu sama lain. Keluarga yang bersyukur sebab percaya bahwa kasih Allah selalu ada di tengah keluarga. Walau ada saja riak dan ombak masalah pada tiap keluarga. Bersyukur akan membuat keluarga makin tangguh dan kuat. Selain itu berdoa dan bekerja (ora et labora) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari akta bersyukur tersebut. Di dalam doa ada ucapan syukur, di dalam kerja ada nilai syukur atas anugerah dan rahmat Allah. Ketika ekklesia domestika (gereja kecil) yang tangguh maka akan memancarkan cahaya bagi ekklesia publika (Jemaat) dan publik pada umumnya. Dengan begitu, keluarga hidup bukan hanya untuk keluarga, tetapi untuk sesama dan alam semesta. 

———

Oleh: Rudy Rahabeat, Pendeta GPM

Dirgahayu Keluarga GPM. Teruslah bersyukur, berdoa dan bekerja. Tuhan beserta ! (RR)



Berikan Komentar

Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin