Catatan Reflektif Ziarah Spiritual Tiga Hari di Tiga Negara
Oleh kemurahan Tuhan kami 16 orang pelayan dan umat Kristiani (Protestan-Katolik) mendapat kesempatan melakukan ziarah spiritual “Tanah Suci” di Timur Tengah. Melalui program pemerintah Daerah Provinsi Maluku dan kesempatan yang diberikan oleh Sinode Gereja Protestan Maluku bagi kami peserta dari GPM, selama tiga hari kami mengunjungi situs-situs religius-historik di tiga negara masing-masing Yordania, Israel dan Palestina. Di Yordania kami mendatangi Gereja St George di Madaba, Gunung Nebo dan perbatasan Yordania-Israel (border Allenby atau King Hussein Bridge). Di Israel-Palestina kami mengunjungi Pohon Ara Zakeus di Yerikho, Bukit Pencobaan Tuhan Yesus di Yerikho, Laut Mati (Dead Sea), Gereja Petrus menyangkal Yesus/rumah Imam Kayafas, Kolam Bethesda (Gereja Santa Anna). Via Dolorossa di Yeruselem, Tembok Ratapan, Gereja Kenaikan Yesus ke Surga di bukit Zaitun, Taman Getsemani, Gereja Semua Bangsa, Bukit Sion: Makam Raja Daud, ruang Perjamuan Terakhir (Last Supper) dan lokasi tempat pencurahan Roh Kudus (Pentakosta). Di wilayah Palestina kami mengunjungi Gereja Padang Gembala (Chapel olf the Shepehered’s) dan Gereja Kelahiran Yesus (Church of nativity).
Beta menuliskan catatan perjalanan itu secara ringkas dan membaginya di media sosial fesbuk. Agar catatan itu tidak tercecer, catatan itu beta padukan dan terbitkan kembali melalui media ini dengan harapan dapat memberi sedikit informasi dan refleksi tentang perjalanan ke “Tanah Suci” yang berdimensi sejarah, sosial dan spiritual. Dimulai dari refleksi hari pertama yang ditulis pada hari ketiga, sebab di tengah kepadatan kunjungan baru mendapat kesempatan menuliskan catatan refleksi hari pertama di hari ketiga.
Refleksi Hari Pertama
Menuliskan refleksi ini ketika dalam perjalanan dari Jerusalem menuju bandara Quen Alia Amman Jordania selanjutnya menunggu penerbangan kembali ke tanah air Indonesia pukul 15.00 waktu Jordania. Hari pertama tiba di bandara Quen Alia Amman (ibukota Jordania) dini hari. Udara sangat dingin. Kira-kira 8 derajat. Harus menggunakan sarung tangan dan topi kupluk. Rombongan berpose sejenak di depan bandara lalu naik mobil menuju beberapa situs religi di Jordania didampingi Tour Leader, bang Khalid.
Kami mampir sejenak di kafe pinggir jalan sambil minum kopi dan roti khas Jordania. Lalu menuju Madaba yang artinya tanah yang subur. Di situ kami mengunjungi gereja Saint George. Ada peta mozaik perjalanan Musa di depan altar gereja. Selanjutnya kami menuju Mount Nebo. Sekira 15 menit saja. Tiba di ketinggian gunung bersejarah itu sambil memandang ke tanah perjanjian: Kanaan. Teringat kisah Musa yang memadang dari puncak gunung itu dan hatinya terkoyak ketika ia tak diperkenankan masuk Tanah Terjanji. Kelak Josua asistennya ÿang mengantar kaum Israel menyeberangi sungai Jordan masuk Kanaan (Yerusalem). Di atas gunung Nebo ada monumen "ular tembaga" mengingatkan pada sifat tegar tengkuk umat Israel dalam perjalanan dari Mesir menuju Tanah Terjanji
Dari gunung Nebo kami menuju Yerusalem Israel. Melewati Border Allenby atau King Hussein Bridge, perbatasan Yordan Israel. Pemeriksaan cukup ketat di chek point ini. Tentara Jordania terlihat siaga.
Kami berganti bus di perbatasan. Tour leader kami di Jerusalem, bang Thalib sudah menunggu dengan senyum dan sapaan ramah. "Nama saya bang Thalib bukan bang Toyib. Pergi tak pulang rumah" ungkapnya sambil tertawa. Kami mulai menjejali situs sejarah religi Israel. Singgah sebentar di situs Pohon Ara Zakheus di Jerikho. "Zakheus seorang pendek. Kecil buat dunia. Memanjat sepohon Ara hendak melihat Jesus. Hai Zakheus turunlah aku menumpang di rumahmu" lagu anak-anak yang populer. Jerikho sendiri merupakan kota tertua di dunia dan kota terendah di bawah permukaan laut.
Selanjutnya mengunjungi bukit Pencobaan. Yesus dicobai di gunung itu 40 hari lamanya Yesus berpuasa. Setelah itu rombongan "dicobai"oleh para pedagang setempat. "Ini kurma terbaik di dunia. Juga minyak zaitun terbaik ada disini" ungkap Jamal salah seorang pedagang sambil memberi beberapa kurma gratis. Ada transaksi jual beli di sini. Lalu mampir makan di restoran lokal di Jerikho. Tak lupa ada kurma Jerikho sedia di meja.
Sehabis makan kami menuju Laut Mati (Dead Sea). Saya berkesempatan mandi dan mengapung di laut yang paling unik di dunia ini. Sebuah kesempatan emas yang jangan dilewatkan.
Setelah itu kami menuju Jerusalem. Singgah di gereja Petrus menyangkal Jesus. Di situ juga berlangsung pengadilan Jesus oleh Imam Besar Kayafas. Di ruang bawah tanah Pastor John Luturmas (Rektor STAK Ambon) membacakan Mazmur 88: "Ya Tuhan, Allah yang menyelamatkan aku, siang hari aku berseru-seru, pada waktu malam aku menghadap Engkau.
Biarlah doaku datang ke hadapan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepada teriakku;
(Mazmur 88:2-3)
Malam mulai turun ketika kami bergegas ketika malam mulai turun. Jerusalem menyala. Lampu-lampu dan udara yang kian dingin. Di kamar 125 hotel Nasional Jerusalem kami membaringkan tubuh yang letih. Dalam hening ada doa dan ucapan syukur. Kami telah tiba di Tanah Terjanji. Semua hanya karena anugerah Tuhan. Selamat pagi dan selamat hari Minggu Adventus Ketiga para sahabat semua dari Yerusalem-Jordania ! GAUDETE: Bersukacitalah ! Soli Deo Gloria (RR). Nb.(beda waktu Jordania-Indonesia, 5 jam)
Refleksi Hari Kedua
Cuaca cerah. Pagi hari kami berjalan bersama menuju Kota Tua Yerusalem, menyusuri Via Dolorosa. Singgah sejenak di Kolam Bethesda, Gereja Santa Anna. Kolam itu mengingatkan cerita tentang orang lumpuh disembuhkan Yesus setelah menunggu bertahun-tahun. Ada lagu yang menggema di dalam gereja sampai relung hati paling dalam, dinyanyikan Pendeta Ros Parera-Talabessy dari Gereja Protestan Maluku (GPM). "Di muka Tuhan Yesus betapa hina diriku. Ku buang dosa-dosaku. Di muka Tuhan Yesus". Jiwa lagu itu yang membuat Jesus melewati Via Dolorosa. Padahal IA tidak berdosa. Dosa-dosa kita yang dipikulnya.
-
14 stasi kita lalui dengan berusaha menghayati maknanya. Di jalan-jalan itu juga berjejer berbagai toko yang menjual berbagai kebutuhan. Di dalam ziarah Via Dolorosa itu kami bertelut di Gereja Makam Yesus yang sakral itu. Semoga kita benar-benar meresapi 14 jejak derita yang berdarah itu. Bukan sekedar rasa iba apalagi sekedar wisata. Kita meratapi dosa-dosa kita di tembok ratapan. Karena dosa itulah Dia Yang tak berdosa harus kena siksa derita. Sungguh Dia sungguh mulia. KasihNya. Lalu kita kembali ke rumah. Makan bersama. Lalu ke Bukit Zaitun. Melihat jejak-jejakNya terangkat ke Sorga. IA mengutus kita memberitakan Khabar Baik hingga IA datang kembali kedua kali.
Kami melewati jalan Palma (Betfage). Dari ketinggian kami dapat melihat Kubah Masjid Alaqsa dan Pintu Gerbang Timur atau Gerbang Emas. Jalan itu yang dilalui Yesus ketika hendak masuk Yerusalem. Ia memandang dan meratapi Yerusalem. “Dan Ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya (Lukas 19:41). Lalu kami tiba di taman Getsemani, tempat Yesus berdoa hingga keringatnya meleleh bagaikan tetesan darah. Di situ dibangun pula “Gereja Semua Bangsa” untuk datang menyembah dan berdoa kepadaNya. Berdoa kepada orang-orang yang kita kasihi. Setelah itu kami kembali ke rumah. Mengevaluasi dan memaknai ziarah kami di hari kedua. Tuhan selalu beserta kita ! (RR)
Refleksi Hari Ketiga
Pagi hari udara cukup dingin. Kami bersama bertolak ke Betlehem di Palestina. Dari Yerusalem hotel, kami mendengar penjelasan dari tour guide kami, Bang Thalib. Tempat yang pertama dikunjungi adalah gereja Padang Gembala di wilayah Efrata. Pengunjung cukup padat dari berbagai negera antara lain India dan Pilipina. Lalu lalang penuh gembira di pagi yang cerah. Memasuki Gua yang di dalamnya para gembala memasukan domba-domba kala malam tiba. Terbayang kata malaikat kepada para Gembala itu tentang kelahiran Jesus. "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus Tuhan di kota Daud" (Lukas 2: 10-11). Kami sejenak memasuki ruang gereja Padang Gembala sebelum ke Betlehem Efrata. "Marilah sekarang kita pergi ke Betlehem..." (Lukas 2:15). Ini pula tema Natal PGI-KWI tahun 2024 (bersama Pastor Kostan Fatlalon kami menulis catatan bersama terkait tema ini diterbitkan di website PGI). Sebelum menaiki mobil kami sempat berfoto dengan dua tentara Palestina dengan latar gerbang bertuliskan SOLI DEO GLORIA.
Sebelum tiba di Gereja Kelahiran Yesus di Betlehem kami mampir di pusat ole-ole Betlehem. Berbagai kerajinan tangan (hand made) dipajang. Terjadilah transaksi antara pedagang dan pembeli. Itulah hukum ekonomi. Selain hukum religi. Setelah itu kami menuju gereja Kelahiran Jesus. Pengunjungnya ramai sekali. Persis ketika Maria dan Yusuf kembali ke Yerusalem untuk sensus penduduk. "dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan" (Lukas 2:7). Kami mengantri lalu kemudian masuk ke "palungan itu". Berlutut di depan palungan dan mencium benda berbentuk Bintang Daud. Yesus anak Daud.
Hari makin siang ketika kami kembali dari Betlehem ke Jerusalem untuk menuju Gunung Sion. Kami berhenti sejenak di perbatasan. Tembok separasi Palestina dan Israel. Check point. Menunjukan paspport ketika tentara Israel dengan senjata lengkap melakukan pemeriksaan. Ada tentara perempuan muda yang sigap. Makan siang di sebuah restoran di Jerusalem.
Lalu menuju Bukit Sion. Mengunjungi kuburan Daud, tempat Perjamuan Terakhir Jesus bersama murid-muridNya (last supper) juga di tempat itu terjadi Pencurahan Roh Kudus (Pentakosta). Uniknya dalam ruangan yang sama ada tulisan kaligrafi dan miniatur masjid. "Itu tulisan surat Almaidah" ungkap Bang Thalib, tour leader kami. Maidah artinya meja. Tak lupa ia menyentil nama Ahok sekilas. Yang unik bagi saya adalah adanya 3 peristiwa sekaligus di satu tempat: tempat berjumpanya 3 agama Abrahamik: Yahudi, Kristen dan Islam. Rasanya kita perlu menegaskan persatuan di antara ketiganya ketimbang terjebak dalam silang pendapat apalagi konflik.
Kami naik tangga di atas bangunan itu. Terhampar pemandangan yang indah. Kota Yerusalem. Teringiang lagu "Hai Yerusalem kota mulia, hatiku rindu ke sana". Kami memang telah tiba di sini, tapi sesungguhnya ada harapan tentang Yerusalem Baru yang melampaui kini dan di sini.
Angin senja bertiup sudah. Kota Yerusalem masih lengang. Walau jalan macet ke arah hotel Nationao Jerusalem tak terelakan. Kami turun dari bus dan berjalan kaki. Berpapasan dengan beberapa orang penduduk Jerusalem. Tak terlihat penghayat Judaisme. Sebab hari ini hari Sabat. "Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat (salah satu hukum Musa). Sungguh hari yang penuh makna. Kami telah tiba di Betlehem. Tanah kelahiran Yesus anak Daud. Putra Allah yang menjadi manusia. IA datang supaya mereka mempunya hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (John 10:10). Soli Deo Gloria !
Perjalanan selama tiga hari di tiga negara memberi banyak pengalaman spiritual. Betapa sejarah adalah guru kehidupan (historia magistra vitae, Cicero). Jalan pulang dari Jerusalem ke Yordania dikelilingi hamparan padang gurun yang tandus. Tidak seperti di Indonesia. Atau seperti di pulau Seram Maluku yang hijau dan subur. Tetapi di hamparan tanah tandus itu lahir kehidupan dan asal-usul agama-agama yang terus hidup hingga kini. Di hamparan tanah tandus itu kami dapat merasakan jiwa Mazmur 23 tentang Tuhan sebagai gembala yang luar biasa . “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku”. Bahkan nyanyian ziarah raja Daud dalam Mazmur 121, terasa benar getar jiwanya di perjalanan dari Yerusalem ke Yordania menuju tanah Maluku Indonesia. “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung (padang gurun gersang), dari manakah datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN yang menciptakan langit dan bumi”. Sungguh, segala kemuliaan hanya bagi Allah. Terima kasih Tuhan atas kesempatan ziarah spiritual saat ini. Terima kasih bagi semua pihak yang telah menopang kami dalam ziarah kali ini. Tuhan memberkati kita semua ! (RR).