Empat Catatan Kecil Seputar “Summer School” Teologi Digital




Tulisan kecil ini sama sekali tidak hendak masuk dalam belukar diskusi tentang era digital dengan segala kompleksitasnya, utamanya teologi digital. Selain hal pasti muskil, para cendekia dan teolog pun sedang merumuskan jawabannya. Olehnya tulisan ini diniatkan sebagai catatan apresiatif terhadap upaya-upaya sadar untuk merespons perubahan agar tidak tergilas oleh perubahan itu, apalagi apatis terhadap perubahan yang tak terelakan di era disrupsi saat ini. 

Sebuah kesempatan berharga dilaksanakan Kuliah Alih Tahun (Summer School) yang diinisiasi oleh Persekutuan Sekolah-Sekolah Teologi di Indonesia (PERSETIA) dan menghadirkan para mahasiswa pascasarjana dari berbagai sekolah teologi Indonesia di kampus Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon, 5-11 Agustus 2024. Tema yang diangkat tidak main-main. “Digital Theology”, tema yang sangat aktual dan urgensial. Berikut empat catatan kecil terkait iven berharga tersebut. 

Pertama, teologi dan gereja serta masyarakat tidak bisa mengelak terus dari realitas perubahan yang kian kencang. Arus perubahan teknologi mengkondisikan umat dan masyarakat untuk memanfaakan kemajuan teknologi secara kreatif dan inovatif. Sikap ambigu apalagi apatis terhadap teknologi tentu bukanlah sikap yang realistis dan bijak. Revolusi industri yang terus bergerak maju membutuhkan tanggapan yang cerdas baik dalam tataran konseptual maupun tindakan. Generasi Alfa adalah generasi yang paling terpapar teknologi digital. Tentu generasi sebelumnya tak dapat menghindari menu digital yang disajikan tiap hari. Olehnya daripada terus menjadi konsumen pasif, maka segeralah berbenah menjadi produsen konten-konten kreatif-edukatif, disertai literasi digital yang berkelanjutan. Dengan begitu, teknologi yang bagai dewa janus, berwajah ganda, positif dan negatif disikapi dengan realistis sekaligus antisipatif. 

Kedua, tema teologi digital merangsang gereja-gereja untuk membuka dan memeriksa kembali doktrin-doktrin di seputar teknologi digital. Sebagai contoh, dalam Ajaran Gereja Gereja Protestan Maluku (GPM)  tahun 2016 lema “digital” belum muncul secara tersirat. Dalam artikel nomor 527 terdapat pertanyaan bagaimana sikap iman Gereja khusus GPM terhadap IPTEKS. Jawabanya: Ada dua sikap Gereja, khusus GPM, terhadap IPTEKS. Pada satu sisi gereja menerima IPTEKS. sebagai kekayaan Ilahi, tapi pada sisi lain gereja mengkritisi karya IPTEKS yang tidak berpihak. bagi dunia dan kemanusiaan. Gereja secara imaniah, berkewajiban melanjutkan tugas mencipta. dan memelihara dari Allah dengan menghasilkan karya IPTEKS inovatif (temuan baru), kreatif (unik) dan pro-hidup (berpihak pada hidup). Gereja berkewajiban menyumbang kebaikan melalui karya IPTEKS bagi dunia dan kemanusiaan untuk kemuliaan nama Tuhan. Seperti termuat dalam Mzm. 150:6, “Biarlah segala yang bernafas memuji Tuhan“. Gereja mendorong umat untuk berkarya lewat IPTEKS dengan dasar etis teologis harus memuliakan Tuhan yaitu: pertama, mensejahterahkan manusia, kedua, ramah lingkungan. Kepemilikan dan pemanfaatan IPTEKS adalah untuk menjamin keutuhan ciptaan. Artikel ini memberi bingkai teologis untuk merespons kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bijaksana. Komisi ajaran gereja GPM saat ini sedang menyiapkan rumusan artikel terkait realitas digital saat ini. Bagaimana dengan gereja-gereja yan lain di Indonesia? Apakah ajaran-ajaran gereja yang dirumuskan semakin penad dan reliable (dapat diandalkan) terhadap era digital sehingga dapat saling memperkaya gereja-gereja dalam merespons perubahan yang ada. 

Ketiga, arah transformasi digital menuju kebaikan bersama bukan segelintir orang. Bukan rahasia umum lagi bahwa industri teknologi digital saat ini dikendalikan oleh segelintir orang saja. Elon Musk dan Mark Zuckerberg adalah dua nama yang kerap muncul. Tentu ada segelintir oligark yang menguasai industri ini dan milyaran manusia yang masih hidup hamparan krisis dan kemiskinan. Begitu pula hanya beberapa negara saja yang menguasai industri ini. Olehnya, studi dengan era digital mesti pula disertai analisis politik ekonomi yang saling mempengaruhi relasi kuasa dan akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik global. GPM pada tahun 2022 memunculkan tema pembinaan tahunan: Membangun Gereja yang Memiliki Ketahanan dan Daya Juang Demi Kualitas Hidup Bersama di Tengah Pergumulan Pandemi Covid-19 dan Transformasi Digital. Tema ini khususnya kata kunci transformasi digital memberi kode tentang kepekaan dan sikap proaktif GPM untuk merespons kemajuan teknologi digital. Gereja tidak punya pilihan lain selain memanfaatkan teknologi untuk sebesar-besarnya kemakmuran bersama. Sekali lagi, dengan tetap sadar bahwa belum semua wilayah di GPM bahkan di Indonesia yang memiliki akses jaringan internet. Wilayah di daerah terpencil masih bergumul dengan ketersediaan fasilitas telekomunikasi, di sisi lain korupsi pada  bidang ini juga sangat mengkuatirkan. 

Keempat, momen berbenah bersama. Saya yakin diskusi tentang teologi digital (digital theology) tidak hanya berguna untuk mahasiswa yang mengikuti kuliah ini tersebut secara langsung (onsite). Proses studi tersebut dapat diikuti pula oleh siapa saja melalui dokumentasi digital (online) yang dapat disimak kapan saja. Apa yang saya tulis saat ini juga memanfaatkan layanan dokumentasi digital. Ini merupakan sisi positif dari kemajuan teknologi. Tentu tetap peka dan waspada terhadap sisi negatifnya. Pada titik inilah pemikiran-pemikiran kritis dan segar dari para narasumber maupun para peserta studi dapat merangsang hadirnya gagasan-gagasan bernas dan kontekstual. Masing-masing wilayah dapat melakukan kajian lanjutan terhadap realitas digital ini dan memberi jawaban yang komprehensif dan berkelanjutan. Medan teologi makin dinamis dan kompleks, sehingga para teolog tidak bisa berpuas diri dengan teologi lama (konservatif) tetapi perlu terus bergerilya untuk menghasilkan teologi-teologi baru yang relevan dan otentik. Ibarat menyiapkan kirbat baru untuk anggur baru perubahan. Teologi digital adalah salah satunya. 

Sekali lagi, apresiasi dan terima kasih kepada PERSETIA yang telah menggelar kegiatan ini di Ambon. Sebuah momen sekaligus monumen tentang Ambon sebagai kota yang terus berbenah dan bergerak maju, sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia. Stay relevant ! (RR)


Penulis: Rudy Rahabeat, Pendeta Gereja Protestan Maluku